CSRINDONESIA – Karya mereka adalah cerita. Tenun dengan motif tua yang menyimpan kisah leluhur, keripik pisang yang diolah dengan resep turun-temurun, atau kerajinan tangan yang dibuat dengan penuh kesabaran. Namun, untuk sekian lama, cerita-cerita itu terkurung di balik keterbatasan akses dan ilmu. Hingga suatu hari di Makassar, gerbang itu terbuka.
Di sebuah ruang pelatihan Hotel Four Points by Sheraton, pada 14 Oktober 2025, wajah-wajah penuh semangat itu berkumpul. Seratus pelaku UMKM dari berbagai penjuru Indonesia Timur duduk berderap. Mereka bukan lagi sekadar perajin atau produsen. Mereka adalah peserta program Kolaborasi Pembinaan Mitra Binaan Sarinah Pandu. Mereka sedang dididik untuk menjadi tuan atas nasib usahanya sendiri.
Program ini adalah janji yang diwujudkan. Sebuah komitmen nyata PT Sarinah, yang berkolaborasi dengan dua belas BUMN besar, untuk tidak hanya membuka kran pendanaan, tetapi lebih penting lagi, membangun fondasi usaha yang kokoh. Ini tentang mempercepat pertumbuhan dan meluaskan akses pasar, membekali mereka untuk bertarung di tingkat nasional dan akhirnya, menjejakkan kaki di pasar global.
Raisha Syarfuan, Direktur Utama PT Sarinah, dengan mata yang berbinar, memandang mereka. Baginya, Sarinah Pandu bukan sekadar program pelatihan. Ia menyebutnya sebagai proses pendewasaan bisnis. “Kami ingin mereka memahami nilai dari sebuah brand, mengelola usaha dengan profesional, dan percaya diri membawa produk Indonesia ke panggung dunia,” ujarnya. Filosofi pendekatannya adalah Asah, Asih, Asuh. Sarinah hadir sebagai mitra pertumbuhan yang mendampingi dari hulu hingga hilir.
Antonius Aris Bangun Prasetyo dari Bank BRI, salah satu BUMN kolaborator, mengamini. Baginya, modal hanyalah kunci pembuka pintu. “Pengetahuan dan komitmenlah yang membuat pintu itu tetap terbuka,” tegasnya. Dalam skema ini, BRI menyalurkan dana PUMK dari BUMN-BUMN pemilik dana, sementara Sarinah dipercaya untuk membekali para penerimanya dengan ilmu dan keterampilan. Sebuah simbiosis yang sempurna antara modal dan kapasitas.
Di ruang itu, Dias Adidharma dari PT Sarinah memandu para peserta menyusuri setiap aspek penting berusaha. Materinya bukan teori usang. Literasi keuangan diajarkan agar mereka bisa membedakan uang pribadi dan uang usaha. Strategi pemasaran dan branding diurai untuk membantu mereka membangun identitas. Legalitas dan sertifikasi produk diterangkan sebagai paspor untuk masuk ke pasar yang lebih luas.
Kelas itu penuh dengan “aha moment”. Seperti yang dirasakan Ani, seorang pelaku UMKM asal Makassar. “Selama ini saya hanya fokus membuat produk. Lewat program ini, saya belajar bagaimana mengelola keuangan, membangun merek, dan menjual secara digital. Saya pulang dengan rencana baru dan semangat baru untuk memperluas usaha,” ujarnya, suaranya bergetar penuh keyakinan.
Kisah Ani dan 99 peserta lainnya adalah bukti bahwa yang berubah bukan hanya peta jalan bisnis, tetapi juga pola pikir. Mereka pulang bukan hanya dengan sertifikat, tetapi dengan sebuah visi yang lebih terang. Melalui Sarinah Pandu, PT Sarinah menegaskan komitmennya untuk terus memperluas jangkauan pendampingan ke seluruh Indonesia.
Mereka sedang menulis babak baru. Di mana tenun, keripik, dan kerajinan tangan itu tidak lagi sekadar produk. Mereka adalah merek. Mereka adalah cerita Indonesia yang siap bersaing, siap ditampilkan, dan siap memenangkan hati dunia. |WAW-CSRI














