Tak ada makan siang gratis, apalagi dalam politik kekuasaan. Itu sebabnya dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tidak boleh diberikan ke pemerintah, termasuk ke pemerintah daerah.
CSR adalah hak masyarakat. Kendati demikian, untuk menghindari tipu daya dari pihak perusahaan atau dari masyarakat, perusahaan tidak boleh memberikan langsung ke masyarakat, tapi harus melalui lembaga pihak ketiga, yang bisa diaudit publik.
CSR yang diberikan ke pemerintah, termasuk pemerintah daerah, pada hakikatnya adalah gratifikasi dan bisa dimanfaatkan sebagai pintu masuk kongkalikong dan pencucian uang, apalagi nilainya bisa ratusan miliar.
Dan, ingatlah, kekuasaan cenderung korup, siapa pun yang berkuasa. Kita pun harus memberikan rasa hormat yang tinggi kepada para pendiri negara ini yang memilih NKRI sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan.
Karena, di negara hukum, hukum menjadi panglima besar sehingga kecenderungan korup dalam kekuasaan bisa diminimalkan.
Tapi, benarkah Indonesia telah menunjukkan tabiatnya sebagai negara hukum? Secara formal mungkin iya, karena ada jutaan peraturan di negara ini. Tapi, peraturan itu bisa juga hasil kongkalikong penguasa dan pemilik modal, apalagi di zaman sekarang.
Karena, penguasa tentulah menyadari, mereka tak bisa terus-menerus mempertahankan kekuasaannya dengan senjata dan kekerasan. Penguasa pun berusaha mengontrol masyarakat lewat berbagai aturan, agar masyarakat takut dan tunduk, dan penguasa leluasa menjalankan kekuasaan seenak-enaknya, tanpa diganggu kritik dan unjuk rasa.
Bila situasi dan kondisi ini terjadi, hanya ada satu kata untuk menggambarkan masa depan Indonesia, kehidupan anak-cucu kita kelak: suram. ***
PUR untuk CSRIND0NESIA