Home Citra Shin Tae Yong Dicopot, Iklan Kopi Luwak Melorot?

Shin Tae Yong Dicopot, Iklan Kopi Luwak Melorot?

124
IG@timnasindonesia

Shin Tae Yong Dicopot, Iklan Kopi Luwak Melorot?

Oleh: Wahyu Ari Wicaksono, Storyteller

“Iklan bukan sekadar cerita tentang produk, tetapi juga tentang narasi manusia yang kita pilih untuk mewakilinya.” — David Ogilvy

Pencopotan Shin Tae Yong (STY) sebagai pelatih Timnas Indonesia tentunya mengundang berbagai spekulasi liar, termasuk dampaknya pada industri yang selama ini memanfaatkan popularitasnya. Salah satu yang paling menonjol adalah Kopi Luwak. Pasalnya brand kopi premium ini telah menjadikan STY sebagai wajah utama kampanyenya. Nah, pertanyaannya adalah: apakah status baru STY ini akan memengaruhi relevansinya sebagai bintang iklan, dan bagaimana Kopi Luwak harus merespons perubahan besar ini?
Kemitraan yang Strategis
Keputusan Kopi Luwak memilih STY sebagai bintang iklan bukan tanpa alasan. STY, dengan persona tangguh, penuh strategi, dan berprestasi, mencerminkan nilai-nilai yang ingin ditonjolkan brand. Lebih dari itu, statusnya sebagai pelatih Timnas Indonesia memberi asosiasi emosional yang kuat, mengingat sepak bola adalah salah satu elemen pemersatu bangsa. Apalagi ketika prestasi yang diraih Timnas Indonesia ini meroket sesuai harapan khalayak. Heroisme, patriotism dan tentu saja dukungan yang besar sangat mudah didapatkan Ketika kemenangan gemilang bisa diwujudkan.
Namun, seiring dengan dicopotnya STY dari posisinya, maka hubungan antara STY dan Kopi Luwak mengalami tantangan baru. Status STY sebagai pelatih nasional selama ini menjadi elemen sentral dari narasi yang dibangun. Lalu, apakah karena peristiwa pencopotan ini Kopi Luwak akan tetap mempertahankan STY, atau memilih jalan baru?
Teori Iklan dan Relevansi Figur Publik
Dalam dunia periklanan, teori asosiasi merek (Brand Association Theory) dari Kevin Lane Keller menegaskan pentingnya koneksi antara figur publik dan nilai yang diusung produk. Ketika asosiasi itu melemah — dalam hal ini status STY sebagai pelatih Timnas — daya tarik iklan juga berpotensi menurun. Namun, hal ini tidak serta-merta berarti bahwa kemitraan ini harus berakhir. Sejarah menunjukkan banyak contoh brand yang berhasil memanfaatkan perubahan narasi figur publik.
Sementara itu, prinsip keberlanjutan iklan (Advertising Continuity Principle) menyarankan agar pesan tetap konsisten untuk menjaga kepercayaan konsumen. Dalam kasus ini, Kopi Luwak perlu merancang strategi cermat untuk memastikan perubahan narasi tetap relevan tanpa mengorbankan identitas merek.
Pilihan Strategis untuk Kopi Luwak
Dicopotnya STY dari jabatannya sebagai pelatih TimNas tak harus membuat STY juga dicopot dari bintang iklan Kopi Luwak. Tentunya masih ada beberapa opsi yang dapat diambil Kopi Luwak terkait hal ini:
Pertama, Mempertahankan STY dengan Narasi Baru. Daripada mengganti figur, Kopi Luwak dapat memanfaatkan momentum ini untuk membangun cerita yang lebih dalam tentang ketangguhan dan adaptasi. Narasi seperti “Tetap Tangguh di Tengah Perubahan” atau “Legenda Tak Pernah Pergi” dapat menggambarkan perjalanan STY pasca-Timnas. Misalnya, iklan bisa menampilkan STY yang tetap memimpin di lapangan baru, dengan pesan bahwa ketangguhan tidak tergantung pada jabatan, tetapi pada karakter. Kopi Luwak juga bisa membuat serial testimonial para pemain TimNas yang bersedih karena harus ditinggalkan STY, begitu besarnya arti dan jasa STY bagi kehandalan mereka dan kesaksian-kesaksian positif yang menyentuh emosi lainnya.
Kedua, Menyelipkan Humor sebagai Pendekatan. Kopi Luwak bisa memanfaatkan pendekatan humor untuk membuat cerita-cerita iklan yang tetap relevan dan menghibur. Misalnya, STY duduk di sebuah warung kopi, membaca headline koran “Dicopot,” lalu menyeruput Kopi Luwak dan berkata: “Kopi ini tetap setia, bahkan saat dunia berubah.” Pendekatan ini tidak hanya ringan, tetapi juga menunjukkan sisi humanis dari STY.
Ketiga, Mengikuti Perjalanan STY ke Tim Baru. Jika STY melanjutkan kariernya melatih tim lain dan berhasil meraih prestasi yang gemilang, maka Kopi Luwak dapat memperkuat narasi: “Walau sudah nggak di Timnas, prestasi tetap melesat. Persis Kayak Kopi Luwak, selalu di atas yang lain.”
Keempat, Transisi ke Figur Baru Secara Halus. Jika keputusan untuk mengganti STY dirasa perlu, Kopi Luwak dapat memanfaatkan skenario transisi yang elegan. Misalnya, STY menyerahkan secangkir Kopi Luwak kepada figur baru, dengan pesan: “Saatnya generasi baru menyeduh cerita.” Strategi ini memastikan konsumen tetap merasa terhubung dengan brand Kopi Luwak.
Belajar dari Kasus Serupa
Tentu saja Kopi Luwak tak sendiri. Di dunia periklanan tercatat ada beberapa brand besar pernah menghadapi situasi serupa. Sebut saja, keputusan Nike untuk tetap mempertahankan Cristiano Ronaldo meski ia telah berpindah klub, hal ini dikarenakan mereka fokus pada citra globalnya sebagai atlet, bukan sekadar sebagai pemain tim tertentu. Begitu pula dengan Tiger Woods, walaupun dirinya menghadapi skandal besar, namun Nike tetap mendukungnya dengan narasi comeback yang kuat.
Kopi Luwak menghadapi keputusan strategis yang besar. Apakah mempertahankan STY dengan narasi baru, atau beralih ke figur lain, yang jelas, keputusan ini harus matang dan didukung oleh strategi komunikasi yang kuat. Seperti proses pembuatan Kopi Luwak yang panjang dan teliti, begitu pula strategi iklan yang membutuhkan perencanaan mendalam.
“Every advertisement should be thought of as a contribution to the complex symbol which is the brand,” begitulah kata David Ogilvy. Selamat jalan Shin Tae Yong, selamat berkreasi kreatif Kopi Luwak. Tabik.