Resensi
Buku Jus Soema di Praja Karya Aendra Medita
Buku “Jus Soema di Praja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat” karya Aendra Medita mengangkat perjalanan hidup seorang jurnalis senior yang telah melintasi tiga zaman: Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Jus Soema di Praja bukan hanya seorang wartawan biasa, tetapi juga seorang pemikir kritis yang menyaksikan perubahan sosial, politik, dan media di Indonesia dari dekat.
Aendra Medita menggali kisah hidup Jus Soema di Praja dengan pendekatan yang tidak hanya biografis tetapi juga historis. Pembaca diajak mengikuti perjalanan Jus dari masa sekolahnya—di mana ia pernah berulang kali masuk SMP—hingga masuk SMA dan melanjutkan studi hukum di Universitas Indonesia. Dari sinilah perjalanan intelektualnya berkembang, terutama saat ia memasuki dunia jurnalistik. Ia masuk Harian Indonesia Raya pimpinan Mochtar Lubis.
Jus Soema di Praja pernah bekerja di berbagai media besar, termasuk Harian Indonesia Raya dan Kompas. Namun, ia mengalami kekecewaan mendalam terhadap media yang dinilai berkompromi dengan penguasa. Kekecewaannya terhadap dunia pers membawanya keluar masuk Kompas dan akhirnya memilih jalur politik dengan membentuk Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) bersama tokoh lain seperti Sri Bintang Pamungkas, yang kemudian dipenjara.
Ada satu tulisan terbaik Mochtar Lubis tahun 78 di majalah Prisma. Dia membandingkan orde baru dengan orde lama tidak ada bedanya, ungkap Jus Soema Di Pradja, “Begitu juga di jaman Soeharto ada keharusan mentaati peraturan. Harus mentaati ketentuan-ketentuan, diatur sama dengan zaman Soehato ada ketentuan-ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Disinilah saya keluar dari Kompas,” ungkap Jus Soema Di Pradja mengungkapkan dirinya keluar dari Harian KOMPAS. (hal 72)
Kalau dilihat keunggulan Buku, Pendekatan Jurnalistik yang Kuat Sebagai seorang jurnalis muda, Aendra Medita menulis dengan gaya berututr Jus yang lugas dan diolah data olehnya. Ia hanya merekam cerita Jus tetapi juga memberikan konteks sejarah dan politik yang Jus kisahkan.
Potret Seorang Jurnalis Idealis
Setelah penutupan Indonesia Raya pasca peristiwa Malari 1974, Jus bergabung dengan Kompas pada tahun 1976. Namun, masa baktinya di sana tidak berlangsung lama. Pada 13 Februari 1978, Jus mengajukan pengunduran diri sebagai bentuk protes terhadap keputusan pimpinan Kompas yang menandatangani pernyataan dengan pemerintah pasca pembredelan surat kabar tersebut. Dalam suratnya kepada Pemimpin Redaksi Kompas, Jacob Oetama, Jus menulis:
“Setiap penutupan surat kabar oleh pemerintah tentu menimbulkan rasa prihatin dalam diri setiap wartawan yang mencintai profesinya… Akan tetapi keprihatinan yang lebih mendalam dengan ditutupnya surat kabar Kompas baru-baru ini.”
Keputusan Jus untuk mundur didorong oleh keyakinannya bahwa penandatanganan pernyataan tersebut mengancam kebebasan pers dan integritas jurnalistik. Ia merasa bahwa kompromi semacam itu mengikis landasan pers yang bebas dan bertanggung jawab. Setelah keluar dari Kompas, Jus memilih jalur independen sebagai jurnalis lepas, terus mengamati dan mengkritisi perkembangan pers dan politik di Indonesia.
Buku ini memberikan gambaran tentang seorang wartawan yang tidak hanya bekerja untuk berita, tetapi juga memiliki prinsip dan keberanian dalam menyuarakan kebenaran, bahkan ketika harus berhadapan dengan kekuasaan.
Buku “Jus Soema di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat” jelas, buku ini sebuah dokumentasi Sejarah Pers Indonesia. Lewat kisah Jus Soema di Praja, pembaca mendapatkan pemahaman lebih luas tentang dinamika pers di Indonesia, terutama bagaimana pers berhadapan dengan tekanan politik di berbagai era.
Dalam buku tersebut, Aendra Medita tidak hanya mengisahkan perjalanan karier Jus, tetapi juga menyoroti idealisme dan prinsip yang dipegang teguh olehnya. Jus dikenal sebagai sosok yang keras kepala dalam mempertahankan integritas jurnalistik.
Jus Soema di Praja bukan sekadar biografi seorang jurnalis, tetapi juga sebuah refleksi tentang pers, politik, dan perjalanan demokrasi di Indonesia.
Buku ini layak dibaca oleh para jurnalis, sejarawan, dan siapa pun yang tertarik dengan dunia media serta perjuangan seorang wartawan dalam menghadapi zaman.
Peluncuran buku “Jus Soema di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat” dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Chaidir Makarim, Zacky Anwar Makarim, dr. Gumilar Kartasasmita, Rum Aly, Sri Bintang Pamungkas, Andi Sahrandi, Syahganda Nainggolan, Ananda Sukarlan (pianis) Dr. Memet Hakim, Paskah Irianto, Adhie Massardi, Uten Sutendy, Albert Kuhon, Hersubeno Arief, Nasihin Masha, Tjahja Gunawan, dan Pryantono Oemar.
Kehadiran mereka mencerminkan penghargaan dan pengakuan atas kontribusi Jus dalam dunia jurnalistik dan aktivis saat ini di Indonesia.
(JOSEF OCTA)