Home CSR Agraris Program BIPOSC, Kolaborasi Musim Mas, L3F, SNV Indonesia, dan ICRAF  Dorong Pekebun...

Program BIPOSC, Kolaborasi Musim Mas, L3F, SNV Indonesia, dan ICRAF  Dorong Pekebun Swadaya di Labuhanbatu Terapkan Perkebunan Regeneratif  

17

Program BIPOSC, Kolaborasi Musim Mas, L3F, SNV Indonesia, dan ICRAF Dorong Pekebun Swadaya di Labuhanbatu Terapkan Perkebunan Regeneratif  

CSRINDONESIA.COM – Musim Mas Group, bersama Livelihoods Fund for Family Farming (L3F), SNV Indonesia, dan ICRAF melakukan kerjasama dalam peningkatan kapasitas pekebun swadaya kelapa sawit melalui Program Biodiverse & Inclusive Palm Oil Supply Chain (BIPOSC), dengan pengaplikasian model perkebunan regeneratif . Kolaborasi jangka panjang ini dimulai pada tahun 2021 dan telah diimplementasikan pada pekebun swadaya di Labuhanbatu, Sumatera Utara.

BIPOSC bertujuan mencapai rantai pasok minyak kelapa sawit berkelanjutan melalui penerapan praktik perkebunan regeneratif, model agroforestri yang diadaptasi secara lokal, dan perlindungan ekosistem<span;>, yang pada akhirnya juga diharapkan mampu menjadi solusi menciptakan rantai pasok minyak kelapa sawit bebas deforestasi.

Dalam pelaksanaannya, BIPOSC mengadopsi praktik yang sudah distandarkan dan bersifat nirlaba dengan target pekebun swadaya kelapa sawit yang bernaung di bawah Asosiasi Pekebun Swadaya Kelapa Sawit Labuhanbatu (APSKS LB), Sumatera Utara. APSKS LB merupakan salah satu asosiasi yang didirikan oleh Musim Mas dengan tujuan mendorong pekebun mendapatkan akses pasar dan sertifikasi dari <span;>Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

“Bagi Musim Mas, pekebun swadaya merupakan kunci untuk masa depan industri kelapa sawit berkelanjutan. Kami telah memiliki program pemberdayaan pekebun swadaya terbesar di Indonesia yang dimulai sejak tahun 2015. Namun kami percaya, bahwa kolaborasi dengan banyak pihak dapat memberikan dampak positif yang lebih luas. Kolaborasi bersama L3F, SNV Indonesia, dan ICRAF diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pekebun swadaya, khususnya kemampuan teknis pengelolaan lahan serta alternatif pendapatan untuk mencapai intuisi pada rantai pasok kelapa sawit yang kaya akan keanekaragaman hayati dan bersifat inklusif,” ujar Rob Nicholls, <span;> Manajer Umum Proyek & Program, Grup Musim Mas.

Perkebunan regeneratif menjadi penting terkait isu <span;>perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati, karena praktik perkebunan ini memiliki prinsip meningkatkan kesehatan tanah dan keanekaragaman hayati, serta mengurangi erosi tanah, limpasan udara, emisi gas rumah kaca dan kebocoran nitrogen.

“Sebagai organisasi mitra pembangunan global, SNV mendukung Pemerintah Indonesia memenuhi target <span;>Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Untuk mencapai hal tersebut, kami melaksanakan program yang efektif dan berdampak luas untuk transformasi di sektor pertanian dan pangan, energi, serta udara. Dalam program BIPOSC, kami menerapkan perkebunan regeneratif dan model agroforestri secara komprehensif, sehingga kesuburan dan keanekaragaman hayati tanah dapat terus terjaga, dan bermanfaat besar bagi perekonomian dan kehidupan pekebun,” ujar Rizki Pandu Permana, Country Director SNV di Indonesia.

Pendekatan yang dilakukan dalam program BIPOSC adalah melalui pelatihan <span;>Best Management Practices (BMP) perkebunan regeneratif seperti pengaplikasian bio input; penerapan teknik mulsa (penyusunan pelepah); penanaman tanaman penutup tanah; pengendalian hama terpadu; serta pengaplikasian pupuk kompos. Hingga saat ini, sebanyak 1.097 pekebun swadaya telah mendapat pelatihan dan telah diterapkan di lahan perkebunan mereka dengan luas total 1.954,41 hektar. Sebanyak 25 fasilitator desa telah dipersiapkan untuk memberikan pendampingan kepada pekebun, serta tujuh demo plot telah dipasang sebagai lahan percontohan serta fasilitas pembelajaran untuk perkebunan regeneratif.

“Saat mengunjungi pekebun kelapa sawit beberapa tahun lalu, mereka menyampaikan kekhawatiran terbesar terkait akses pupuk. Meskipun pupuk berperan penting dalam meningkatkan hasil panen, namun masih terdapat banyak pemahaman terkait cara melindungi lahan dari degradasi jangka panjang. Pekebun swadaya membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang menjaga kesehatan dan struktur tanah, serta faktor penting lainnya. Inilah yang ingin diatasi oleh proyek BIPOSC, dan kami senang melihat para pekebun yang terlibat melaporkan tidak hanya hasil panen yang lebih tinggi, tetapi juga tanah yang lebih sehat pada lahan mereka saat ini,” kata Bernard Giraud, Co-founder dan President of the Livelihoods .

Selain memberikan pelatihan, program BIPOSC juga melakukan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas Institusi. Satu <span;>Composting Unit dengan kapasitas 100-150 ton/bulan telah didirikan, dan dikelola secara langsung oleh APSKS LB. Dengan model bisnis yang dijalankan, Composting Unit ini dapat memproduksi pupuk kompos dengan harga yang lebih terjangkau hingga setengah dari harga pasar. Pada tahun pertama beroperasi pada tahun 2023, sebanyak 588 ton telah berhasil diproduksi dan dipasarkan hingga menghasilkan keuntungan sebesar Rp 421 Juta. Kedepan, Unit Pengomposan direncanakan untuk direplika di beberapa lokasi lainnya.

“Salah satu dampak positif sudah dapat dinikmati para pekebun swadaya anggota APSKS LB terbangunnya <span;>Composting Unit ini. Dengan harga yang lebih terjangkau, serta sistem bagi hasil yang diterapkan, telah mendorong para pekebun swadaya melakukan pemupukan dengan pupuk kompos. Saat ini, seluruh pekebun swadaya anggota ASPKS LB telah menggunakan pupuk kompos di kebun mereka,” ungkap Syahrianto, Ketua APSKS LB.

Pada tahun 2023, pekebun swadaya mengelola sekitar 41% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, yang mencakup 6,77 juta hektar. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 60% pada tahun 2030, sehingga program seperti BIPOSC menjadi sangat penting dalam membentuk masa depan produksi minyak sawit berkelanjutan. RE/CSR