CSRINDONESIA – Menjadi seorang dosen tugasnya bukan hanya mengajar. Lebih dari itu ,Tri Dharma Perguruan Tinggi harus diusung penuh dan dilaksanakan sebagai bentuk dari keseriusan sistem pendidikan dan pengajaran untuk profesionalieme dan kualitas yang lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan.Hal ini jugalah yang dilakukan Dr. Poppy Ruliana, Msi, Waka 1 bidang akademik & ketua LP2M STIKOM-Interstudi untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan menghadirkan pembicara yang ahli di bidangnya untuk memberikan pengetahuan dan pelatihan-pelatihan, demi kemajuan kampus dan kualitas para dosen.
“Pelatihan ini dibagi dalam tiga tahap dengan materi pembelajaran yang berbeda, dimana dosen dituntut bukan hanya mengajar saja tugasnya namun juga dapat secara continue melakukan riset/penelitian dan pengabdian masyarakat sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.” Ujar Poppy pada kesempatan acara pembuka pada pelatihan sesi ke dua di Jakarta (26/11). Sebelumnya sesi pertama telah dilakukan pada Sabtu (5/11) lalu.
Untuk melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi inilah para dosen Stikom-Interstudi diberikan pengetahuan dasar agar melakukan sesuai dengan rule dan kaidah professionalisme keilmuan. Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi ini juga untuk memacu nilai akreditasi menjadi lebih baik. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi salah satunya adalah penulisan jurrnal ilmiah yang diterbitkan kampus dengan memiliki persyaratan akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah (TBI) yang meliputi ; 1) memliliki ISSN (Elektronik dan atau cetak), 2) Melilih kelembagaan penernit yang jelas beserta alamatnya, 3) Memliliki ruang lingkup yang jelas (Aims and Scope), 4)Petunjuk dan template penulisan, 5) Memiliki DOI (Digital Object Identifier), 6) Menggunakan aplikasi referensi dalam pengutipan dan pembuatan daftar-daftar pustaka seperti Mendeley, Refwork, Zotero, Endnote dan lainnya.
Dengan kata lain seorang dosen dalam melakukan tugasnya selain mengajar juga harus melakukan pengabdian masyarakat, penelitian dan membuat jurnal karya ilmiah, yang terakreditasi terbitannya. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Rusdi Muchtar, MA.APU, Senior Researcher in Communication & Public Opinion LIPI, “Jurnal ilmiah yang terakreditasi naskah yang terbit dinilai (angka kredit/kum) lebih tinggi dibandingkan dengan naskah jurnal ilmiah yang belum/tidak terakreditasi. Pada prinsipnya kedua akreditasi yang diberikan (Dikti dan LIPI) itu punya nilai sama. Dalam waktu dekat, kedua sistim akreditasi akan disatukan. Sedangkan artikel yang terbit dalam jurnal ilmiah yang tidak/belum diakreditasi, mempunyai nilai kredit/kum yang rendah.”
Lebih lanjut ia menjelaskan, Jurnal ilmiah terbitan internasional, diterbitkan oleh organisasi ilmiah maupun unversitas sesuai dengan bidang ilmunya. Contoh: American Anthropologists (diterbitkan American Anthropologists Association), Bijdragen yang diterbitkan oleh KITLV (Belanda), dll. Jurnal ilmiah internasional bersifat lingkup internasional baik dari segi anggota board of editor nya, maupun lokus penelitiannya. Dan itu tentu saja berisi karya tulis sesuai dengan bidang disiplin masing masing. Untuk mendapatkan informasi tentang jurnal ilmiah, silahkan hubungi PDII-LIPI di Jakarta (website LIPI:www.lipi.go.id)
Karena derasnya arus informasi, saat ini tidak ada satupun data yang tidak bisa diakses sbegai bahan penelitian dan penulisan. Sehingga unsur copy paste (copas) seringkali dilakukan tanpa menuliskan atau lupa menuliskan sumbernya. Hal ini akan menjadi fatal bagai pemulis ataupun periset karena karyanya menjadi karya yang plagiarism ‘whole plagiarism’, ‘part of plagiarism’, ‘self plagiarism’, yang mejadi pelanggaran akademik.
“ Untuk mengatasi itu, setiap bahan/informasi/tulisan yg diambil dari tulisan orang lain harus dinyatakan dalam referensi. Karya tulis ilmiah yang bisa dimuat dlm jurnal ilmiah umumnya adalah: Secara substantif memenuhi kriteria akademis, seperti apa yang sudah dijelaskan di atas. Karya tersebut merupakan hasil penelitian yang baru dan mungkin unik yang mungkin memberikan sumbangan tambahan ilmiah baik dari segi teoritis, metodologis maupun data dan bisa merangsang peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.” Tandas Rusdi.
Jadi, katanya lagi, untuk mengantisipasi hal tersebut, penulis kiranya dapat menyebutkan referensi buku atau sumber yang dibaca atau didapatkan, dengan begitu unsur plagiarism dapat teratasi. Demikian juga apa yang dimaksud dengan self plagiarism. Artinya jika periset/penulis mengutip tulisannya sendiri harus juga mencantumkan namanya sendiri, sumbernya, dan penerbit yang menerbitkan.
Pada pembahasan materi selanjutnya disampaikan dari UNISBA, Kehumasan, Bandung, Dadi Ahmadi, S.Sos.M.IKom dengan tema, “Pemanfaatan Jurnal Online di Media Sosial.” Pada era globalisasi saat ini jurnal belum menjadi syah jika tidak terdaftar di online. Artinya selain yang tercetak harus dapat diakses di online sehingga memudahkan orang untuk menemukan dan membaca hasil karya kita dan diperlukan kejelian untuk tidak asal saja mendaftarkan atau menulis karya ilmiah di online yang akhhirnya merugikan diri sendiri
Seperti yang disampaikannya, “ Sebagian besar jurnal yang sudah terbit secara elektronik tidak mencantumkan kelembagaan Penerbit beserta alamatnya, sehingga menyulitkan korespondensi bahkan terkesan abal-abal meski jurnal tersebut versi elektronik terakreditasi.” Ungkap Dadi.
Persoalan ini harus diketahui bahwa dalam menulis jurnal juga harus diketahui yang memiliki legalitas dunia maya agar kita tidak termasuk dalam jerat online yang abal-abal. Untuk itu Dedi menjelaskan bahwa penulisan jurnal online harus masuk dalam system webometrics yaitu suatu sistem yang memberikan penilaian terhadap seluruh Universitas terbaik di dunia melalui website universitas tersebut. Webometrics melakukan pemeningkatan terhadap lebih dari 22 Perguruan Tinggi di seluruh dunia.
Menurutnya ada empat komponen yang menjadi indicator utama dari penilaian Webometrics yaituPresence (20%), Impact (50%), Openness (15%) dan excellence (15%). “Presence adalah jumlah halaman website (html) dan halaman dinamik yang tertangkap oleh mesin pencari (google) tidak termasuk rich files. Impact merupakan jumlah eksternal link yang unik yang diterima oleh domain web universitas (inlinks) yang tertangkap oleh mesin pencari google. Openness merupakan jumlah file dokumen (adobe acrobat/pdf), Adobe PostScript (.ps, .eps), Microsoft Word (doc. Docx) and Microsoft Powerpoit (.ppt., pptx) yang online/open di bawah domain website universitas yang tertangkap oleh mesin pencari (Google Scholar). Dan yang keempat adalah excellence merupakan jumlah artikel-artikel ilmiah publikssi perguruan tinggi yang bersangkutan yang terindeks di Scimago Institution Ranking *2003-2014) dan di Google Scholar *2007-2014)” Tandas Dadi
Akhirnya semua dikembalikan lagi kepada periset dan universitas atau perguruan tinggi untuk dengan jeli memilih dan menentukan jurnal online yang terakrediatsi baik yang ada di seluruh dunia. Di akhir pemaparannya, Dadi mengingatkan untuk berhati-hati kalau ada tawaran atau memasukkan jurnal ilmiah ke online yang tidak resmi. Alih-alih malah tidak ada artinya dan merugikan diri sendiri terutama penipuan yang banyak terjadi dilakukan dari India. (susi andrini)