CSRINDONESIA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero) sedang menggodok penyederhanaan golongan tarif pelanggan listrik non-subsidi. Penyederhanaan golongan tarif itu hanya berlaku bagi pelanggan dengan golongan 900 VA tanpa subsidi, 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.300 VA. Semua golongan tarif akan dinaikkan dayanya menjadi 4.400 VA. Golongan 4.400 VA – 12.600 VA dinaikkan menjadi 13.000 VA, dan golongan 13.000 VA ke atas akan dinaikkan hingga loss stroom.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai bahwa Pemerintah berkomitmen bahwa kenaikan daya listrik tersebut tanpa penaikan biaya penambahan daya dan tarif dasar listrik (TDL) per kWh.
“Sehingga tidak berpengaruh pada pengeluaran dan daya beli masyarakat atas penyederhanan tersebut,”ujar Fahmy dalam rilisnya yang diterima Redaksi Selasa, (14/11).
Menurut Fahmy bagi pelanggan yang mempunyai daya beli tinggi untuk memenuhi peningkatan kebutuhan daya listrik dapat terakomodasi, tanpa harus mengajukan ke PLN penambahan daya listrik yang dibutuhkan. “Sedangkan, bagi pelanggan dengan daya beli rendah dapat menyesuaikan dan mengatur penggunaan daya listrik sesuai kebutuhan dan daya-belinya,”paparnya.
Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini juga menyoroti bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga akan diuntungkan dengan program penambahan daya tersebut. Kebutuhan daya listrik UMKM selama ini rata-rata 1.300 VA -3.300 VA. Dengan kenaikan daya tanpa tambahan biaya dan tanpa kenaikan tarif per kWh, UMKM dapat berkembang karena bisa memperoleh daya listrik yang lebih besar tanpa mengeluarkan biaya tambahan.
“Pada saat UMKM itu melakukan ekspansi usahanya yang membutuhkan tambahan daya listrik, UMKM itu tidak perlu lagi mengajukan penambahan daya listrik, lantaran sudah tersedia dengan adanya program penambahan daya listrik tersebut,”bebernya.
Penyederhanaan golongan tarif listrik itu menjadi urgen lantaran penggolongan pelanggan konsumen PLN selama ini sangat beragam. Penggolongan tarif listrik di Indonesia mencakup 37 golongan tarif, terdiri: 13 golongan tarif Sosial; 7 golongan tarif Rumah Tangga; 6 golongan tarif Bisnis; 8 golongan tarif Industri; 7 golongan tariff Pemerintah; 3 golongan tariff Lainnya. Beragamnya golongan tarif itu tidak hanya menyulitkan bagi PLN, tetapi juga membingungkan bagi Pelanggan dan Calon Pelanggan. Bandingkan dengan dengan negara-negara ASEAN, yang penggolongan tarif jauh lebih sederhana dan praktis ketimbang penggolongan tarif di Indonesia.
Tarif listrik di Brunei Darusalam dibagi ke dalam dua jenis: tarif A dikenakan bagi rumah tangga dan tarif B untuk komersial/industri. Di Timor Leste, pelanggan yang menggunakan kWh meter, tarifnya dibagi hanya dalam 2 golongan. Tarif listrik di Thailand dibagi ke dalam 7 golongan. Singapura menerapkan 5 golongan tarif pelanggan listrik. Di Vietnam, tarif listrik dibagi ke dalam 4 golongan tarif. Filipina membagi ke dalam 6 golongan tariff. Malaysia merupakan negara yang menerapkan pembagian golongan tarif tenaga listrik yang cukup rumit. Namun, penggolongan tarif listrik di Malaysia dibagi hanya 16 golongan, kurang dari setengah dari total golongan tarif yang berlaku di Indonesia.
Dikatakan Fahmy selain untuk menjadikan golongan tarif lebih praktis, penyederhanaan golongan listrik itu dimaksudkan untuk memperbesar akses yang lebih luas bagi konsumen sesuai kebutuhan pelanggan. Peningkatan daya listrik itu diharapkan dapat menaikkan angka konsumsi listrik masyarakat Indonesia, yang saat ini masih tergolong rendah. Pada 2016, konsumsi listrik rata-rata masyarakat Indonesia per kapita hanya mencapai 900-950 kWh per tahun.
“Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, konsumsi listrik Indonesia masih jauh di bawah angka rata-rata konsumsi listrik di negara maju, yang sudah mencapai 4.000 kWh per kapita per tahun,” jelasnya.
Masih kata pengamat Energy Ekonomi ini bahwa, peningkatan daya listrik juga untuk mendorong bagi rumah tangga menggunakan Kompor Listrik Induksi untuk menggantikan Kompor Gas LPG 3 Kg. Kompor Induksi bertenaga listrik membutuhkan daya listrik hanya sekitar 300-500 watt, dengan biaya lebih murah ketimbang penggunaan kompor LPG 3 Kg.
“Kalau sebagian besar rumah tangga beralih dari Kompor Gas ke Kompor Induksi Listrik, penggunaan LPG 3 Kg dapat dikurangi sehingga mengurangi angka impor LPG. Demikian juga dengan pemberian subsidi LPG 3 Kg, yang saat ini sudah membengkak dari Rp 7 triliun menjadi Rp 20 triliun, dapat diturunkan dan lebih tepat sasaran bagi yang berhak menerima,” jelasnya.
Program penggunaan Kompor Listrik, peningkatan daya listrik itu juga untuk mengantisipasi penggunaan kendaraan motor listrik, yang saat ini sedang dikembangkan di Indonesia. Pada saat motor listrik sudah digunakan oleh sebagian bemasyarakat, daya listrik, yang dibutuhkan untuk menjalankan motor listrik, sudah tersedia secara berkecukupan. Dengan demikian, peningkatan daya listrik itu dapat mendorong bagi masyarakat untuk menggunakan kompor listrik dan motor listrik, yang lebih ramah lingkungan.
Secara Khusus Fahmy menilai ada tiga hal untuk mengoptimalkan rencana program penambahan daya listrik secara berkelanjutan, Pemerintah harus memenuhi beberapa faktor penunjang.
Pertama, Pemerintah harus menjamin bahwa kenaikan daya tanpa penaikan biaya dalam jangka waktu tertentu secara konsisten. Jangan sampai program tersebut baru berjalan, tiba-tiba secara sepihak Pemerintah menaikkan biaya beban dan TDL per kWh, yang justru menambah beban bagi masyarakat.
Kedua, PLN harus menjamin ketersediaan kecukupan daya listrik untuk memenuhi peningkatan permintaan konsumen pasca diberlakukan program tersebut, termasuk untuk mengantisifikasi penggunaan kompor dan motor listrik. Tanpa jaminan ketersediaan daya listrik sesuai permintaan konsumen, program peningkatan daya itu tidak bermakna sama sekali.
Ketiga, PLN juga harus menjamin tingkat byar-pet alias tingkat pemadaman hingga mencapai nol persen agar tidak merepotkan bagi konsumen. Kalau masih sering terjadi pemadaman hingga berjam-jam, proses produksi UMKM, yang mengandalkan daya listrik, pasti akan terganggu. Pengguna kompor listrik tidak akan bisa memasak pada saat terjadi pemadaman, sehingga membuat konsumen kecewa, yang mendorong konsumen kembali menggunakan kompor gas 3 KG. Demikian juga dengan motor listrik yang tidak dapat dikendarai pada saat terjadi pemadaman listrik
Selain komitmen peningkatan akses daya listrik tanpa penaikan biaya, lanjutnya Pemerintah juga berkomitmen untuk tetap memberikan subsidi kepada golongan 450 VA dengan pelanggan sebanyak 23 juta rumah tangga, yang tergolong miskin dan sebagian golongan 900 VA dengan pelanggan 6,5 juta rumah tangga, yang tergolong rentan miskin. “Dana subsidi listrik untuk rakyat miskin dan rentan miskin sudah dialokasikan pada APBN 2018,”tegasnya.
Dengan demikian, kata Fahmy Pemerintah tidak hanya berkomitmen untuk meningkatkan penambahan daya pelanggan non-subsidi, namun juga tetap berkomitmen memberikan akses listrik bagi rakyat miskin dan rentan miskin melalui pemberian subsidi listrik. “Komitmen itu sebagai upaya untuk mewujudkan program listrik yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. | AHM/CSRI