CSRINDONESIA – Seringkali orang cacat tidak mempunyai tempat di masyarakat, bahkan dengan keterbatasannya dianggap disepelekan. Mereka kadang menjadi beban bagi siapapun, bahkan keluarganya sendiri. Dikucilkan, dibuang dan tidak diperkenalkan ke dunia luar. Jangankan untuk bekerja, bangku sekolah pun kadang juga tak bisa tersentuh. Untungnya, tidak semua perusahaan di Indonesia memperlakukan aturan tersebut , masih ada beberapa pemimpin perusahaan di Indonesia yang peduli akan keberadaan dan peran penyandang disabilitas di dunia kerja. Salah satunya, OMRON Manufacturing Of Indonesia (OMI). Para disable itu mendapat tempat berarti di sana. Uniknya lagi perusahaan ini banyak mengkaryakan para perempuan.
Berdasarkan data global, ada sekitar 15 persen penyandang cacat dari jumlah penduduk di dunia, artinya lebih dari satu miliar orang. Jumlah ini termasuk kelompok minoritas terbesar di dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan perhitungan WHO, diperkirakan 10 persen dari penduduk Indonesia (24 juta) adalah penyandang disabilitas.
“Perusahaan kami tidak membedakan bagi perempuan dan orang cacat dengan yang normal, apalagi para pekerja cacat itu memiliki keragaman kecacatan (disability diversity). Perusahaan Jepang di Indonesia ini menjadi contoh bagi Omron di Jepang sendiri, bagaimana Jepang dulu melihat perempuan hanya sebelah mata yang hanya bisa di belakang layar saja. Apa yang dilakukan Omron di Indonesia ini benar-benar representasi dari negara Jepang, bagaimana memandang perempuan. Dan di Jepang kini mengikuti langkah setelah terinspirasi dari Indonesia,”ujar Irawan Santoso, Presiden Direktur Omron Manufacturing of Indonesia, di Laguna Bali (21/5) saat mendapatkan penghargaan award Empowerment of Award (bronze) dari Pinnacle Group, Singapura.
Berbicara soal penyandang disabilitas, masih tersisihkan dari masyarakat yang disebabkan oleh stigma negatif yang telah terlanjur dilabelkan oleh sebagian besar orang. Karena cacat, memutus angan dan kesempatan untuk berkarya apalagi masuk dalam dunia kerja. Mana ada perusahaan yang mau menerima penyandang cacat. Padahal pemerintah Indonesia menetapkan dalam Undang-Undang No.4 tahun 1997, ketentuan kuota 1% yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki 100 orang karyawan untuk mempekerjakan 1 orang penyandang disabilitas. Namun, karena masih banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang kurang peduli, maka aturan itu hanya sebatas utopis belaka dan sekedar aturan tertulis saja.
Menurut Irawan, perusahaan berusaha memperbaiki kesalahan konsep dari aturan mempekerjakan penyandang disabilitas dengan sebuah pemikiran yang sederhana. “Disabilitas seharusnya tidak menjadi halangan selama orang tersebut memiliki kemampuan yang dibutuhkan dan keahlian untuk melakukan pekerjaannya, salah satu yang penting bagi kami (OMI) adalah respect for humanity. Semua orang punya kelemahan dan kelebihan,” ujarnya Irawan santai yang sudah memimpin perusahaan pembuat peralatan otomatisasi pabrik dan mesin produksi lebih dari 20 tahun itu.
Ada beberapa alasan mengapa OMI mempekerjakan para penyandang cacat, selain karena adanya peraturan pemerintah juga karena corporate principle dari aturan perusahaan yang harus dijalankan. Irawan mengatakan bahwa segala aktifitas di perusahaannya harus membuat orang lain bahagia, karena pada akhirnya kalau orang lain bahagia, kita juga akan bahagia, “what can do it”. Kedua, bagaimana kita bisa melihat orang yang berkekurangan itu sebagai manusia seutuhnya yang bisa dihargai. Dan yang ketiga, perusahaan adalah bagian dari society masyarakat dan teman-teman penyandang cacat itu adalah juga bagian dari masyarakat. Kalau perusahaan bisa memberikan yang terbaik untuk masyarakat artinya masyarakat itu juga akan berbalik memberikan reward ke perusahaan tanpa diminta. “Jangan sampai ada anak yang cacat merasa tersisihkan dari keluarga dan masyarakat karena diaggap sampah masyarakat yang tidak bisa berbuat apapun,”ujar Irawan yang punya hobby bermusik ini kepada CSRINDONESIA.com
Diantara penyandang cacat tangan dan kaki yang tidak mempunyai kaki atau tangan atau kaki dan tangannya kecil dan buntung, juga ada yang bisu ataupun tuli, mereka diperlakukan sama seperti manusia normal pada umumnya. Kalau orang normal semua panca indera bisa merespons. Apabila mengecek sesuatu selain tangan dan matanya telinganya jua berfungsi untuk mendengar yang bisa saja mengganggu mereka. Tapi kalau orang tuli, dia akan fokus dengan hanya memakai mata sebagai inderanya, dan itu adalah kelebihan yang dimilikinya. Irawan memberi contoh; ada orang yang bisu tuli tapi dia pandai memasak, dia memakai matanya dan anggota tubuh lainnya dan dia memasak menggunakan hatinya dan fokus. Dengan konsep itu, kita tak perlu bertanya lagi dan menempatkan sesuai dengan kemampuan dan apa yang bisa dilakukan sebagai kekuatan.
“Banyak orang melihat karena cacatnya tapi kami justru memanfaatkan karena kecacatannya itu sebagai kekuatan. Tidak ada seorang cacatpun yang tidak bisa melakukan sesuatu. Ada engineering yang kakinya cacat (satunya nggak ada) dia di bagian tehnik mesin, kita berikan satu tempat ke dia dan grupnya, waktu kerja kan dia memakai tangannya dan kerjanya juga bagus. Karena kita melihat plusnya dari dia dan bukan minusnya. Dibanding para pekerja lainnya, para penyandang disabilitas ini rata-rata memiliki fokus kerja yang lebih baik dan lebih teliti, loh,”jelasnya bangga.
“Disinilah perlunya kepedulian dari perusahaan-perusahaan seperti kita ini untuk bisa memberdayakan mereka, disamping itu pemerintah seharusnya memberikan motivasi dan penghargaan kepada. Karyawan kami kini berjumlah sekitar 2600 orang kalau 1% saja adalah 26. Sekarang kita punya kontrak dengan para penyandang cacar sekitar 45 orang. Anak-anak tempat kita itu kalau sudah bekerja 2 – 3 tahun dan mereka punya uang lalu berhenti bekerja, alasannya karena ingin membantu teman-temannya yang senasib, buka toko kelontong dlsb, dengan apa yang dimiliki dan diinginkannya,”jelas Irawan.
Sebagai bukti komitmen serius OMI terhadap pekerja disabilitas di Indonesia, OMI membuat sebuah gerakan di antara pelaku industri. Tujuannya untuk membuka wawasan mereka bahwa para penyandang disabilitas adalah bagian dari angkatan kerja yang berkualitas dan kompetitif. Melalui seminar kecil dan penayangan video, Irawan dan jajaran manajemen lainnya membuat showcase keterampilan dari para penyandang disabilitas yang bekerja di perusahaannya. Kini, perusahaan yang memiliki 2600 karyarwan dan mampu memproduksi hingga 150 juta komponen teknologi sensor pertahunnya itu telah menggaji lebih dari 30 karyawan penyandang disabilitas.
Untuk memenuhi kebutuhan karyawannya dan menerima para penyandang cacat bekerja di perusahaan, OMI bekerjasama dengan BBRPBD (Balai Besar Rehabilitasi Podkasi Bina Dasar) di Cibinong. Tiap tahun OMI menampung orang-orang penyandang cacat yang telah di didik itu untuk bisa bekerja di perusahaan OMI. BBRPBD punya kurikulum untuk para penyandang cacat yang di didik agar bisa memfungsikan kekurangan yang dimiliki sebagai kekuatan. Setelah di didik mereka akan menyalurkan para penyandang cacat ini ke perusahan-perusahan yang membutuhkan dan mau menerima mereka. Sementara di luar sana banyak mengantri para penyandang lain yang butuh untuk dididik pula. Sebelum mereka tersalurkan untuk bekerja, BBRPBD tidak bisa menerima siswa baru.
Karyawan Perempuan
Keunikan OMI sebagai perusahaan manufacturing memiliki lebih dari 70% jumlah karyawannya adalah perempuan. Sejak OMI didirikan di Indonesia tahun 1992 di atas tanah seluas 7 hektar, perusahaan telah berkembang mulai dari jumlah karyawannya 250, hingga saat ini mencapai 2600 karyawan saat ini. Sebagian besar kesuksesan OMI didukung oleh produktivitas para karyawan perempuannya. Menurut Irawan, memiliki karyawan perempuan mempunyai keunikan sendiri. Sesuai dengan karakternya. Laki-laki punya kreatifitas, perempuan punya daya ketelitian dan kejujuran, soal kecerewetannya justru dijadikan untuk kemajuan, dan banyak sekali masukan yang bermanfaat. Contohnya mereka menempatkan box saran dimana semua karyawan berhak menuliskan apa saran dan kritikan dan setiap 3 bulan sekali dikumpulkan semua dan dibuka box-nya.
Contohnya soal laktasi, yang dinilai terlalu kecil sehingga kurang leluas, jika ada beberapa orang yang harus memeras susunya untuk bayinya yang ditinggalkan di rumah saat bekerja. Setelah selesai susu itu harus dimasukkan ke dalam freezer agar tidak basi. Ada beberapa suami yang bisa menjemput susu untuk anaknya. Namun ada saran agar ada mobil dari perusahaan yang bisa mengantarkan susu segera untuk bayi mereka yang ditinggalkan di rumah selama mereka masih bekerja. Mereka sepakat jika perusahaan bisa membayar mobil dan sopirnya dan mereka tidak keberatan membayar bensinnya. Perusahaan manufatur tersebut dapat mengakomodasi kebutuhan personal para karyawan perempuan sehingga mereka dapat fokus kepada pekerjaan secara lebih baik. Mereka senang dengan pengaturan jam kerja yang fleksibel sehingga dapat memungkinkan mereka memperoleh lebih banyak waktu berkumpul bersama keluarga dan menikmati istirahat tambahan serta waktu menyusui bagi karyawan yang hamil dan ibu yang baru saja melahirkan dan harus menyusui bayinya.
Karena besarnya potensi para karyawan perempuan, OMI mengadopsi Program Gerakan Karyawan Perempuan Sehat dan Produktif yang dimulai oleh The Institution of Women Empowerment and Family Planning pada 2005 yang berfokus kepada peningkatan standar kesehatan karyawan perempuan. OMI bahkan memperluas jangkauan program tersebut dengan mengikutsertakan pertumbuhan karier, pengembangan diri serta peningkatan lingkungan kerja. OMI bangga bahwa karyawan perempuannya berhasil menaklukan tantangan dan meraih beragam kesempatan bagi perkembangan karier mereka sehingga bisa meraih penghargaan Empowerment of Award 2016.
“Karyawan perempuan OMI lah yang menjadi pemenangnya, karena antusiasme dan tekad kuat mereka untuk sukses. Harapan saya lainnya agar para penyandang cacat bisa berguna dan berarti buat dirinya sendiri, keluarga dan perusahaan di usia produktif dan produktifitasnya. Apa yang dilakukannya di OMI, dapat menginspirasi orang untuk berbuat sesuatu bagi penyandang cacat dan perempuan untuk tidak dilihat sebelah mata. Meskipun cacat jangan melihat kekurangannya tapi lihatlah kelebihannya. Jangan beri mereka donasi tapi berilah kail supaya bisa berusaha,”tandas Irawan penuh antusias. (Ussie)