Home CSR Budaya Nuansa spiritual dalam Pameran seni rupa nusantara 2015

Nuansa spiritual dalam Pameran seni rupa nusantara 2015

1982
I Wayan Upadana
Lukisan karya S. Handono Hadi
Lukisan karya S. Handono Hadi

Jakarta, CSR Indonesia – Karya seni rupa menghadirkan keber-ada-an di dalam benak manusia. Tanda, penanda dan makna (segitiga makna) yang utuh bisa langsung hadir di dalam benak orang yang melihatnya. Terlepas dari unsur apa saja yang menyusun keutuhan karya seni rupa tersebut, seni rupa pun merupakan ruang transfomasi ilusi, spiritualitas, dan keyakinan dll. Bahwa hal-hal tersebut adalah susunan realitas yang dihadirkan untuk disimak oleh para perupa.

Dalam Pameran Seni Rupa Nusantara 2015 S. Handono Hadi melalui lukisannya yang dengan judul Bersyukur mengatakan (25/05/2015), “Delapan bulan saya mengerjakan lukisan ini. Orang tidak percaya ini manual. Saya sangat menikmati proses 8 bulan pengerjaan. Saya enjoy di situ.”

Ia menambahkan, “Lukisan saya ini saya buat menggunakan kuas nomor 2. Ketika saya mendapat undangan dari Galnas (Galeri Nasional Indonesia) yang ada adalah lukisan ini. Lalu saya berikan saja ini. Dan saya katakan pada para kurator, kalau ada yang mau ditambahkan di sana silahkan saja. Asalkan lafaz zikir.”

“Saya tidak mengkritik orang lain, menjatuhkan atau apapun. Saya hanya mengingatkan lewat lukisan untuk berzikir.”

Selain itu I Wayan Upadana melalui karya patungnya berjudul Silence Journey (Homage to Chris Hill) mengatakan bahwa pada intinya ia kagum dengan sosok Chris Hill warga negara Inggris yang sangat mendalami kebudayaan Bali. Beberapa kali persinggungan mereka berkutat di pameran seni rupa di Indonesia dan Australia.

Ia menjelaskan, “saya memiliki ikatan batin yang kuat, makanya saya ingin mempersembahkan sesuatu kepadanya yang telah meninggal dunia. Ia memiliki kepedulian yang bahkan orang bali sendiri tak sebegitunya. Dalam statement saya, saya mengatakan bahwa kematian adalah keindahan.”

“Saya sendiri agak takut karena saya seperti membawa kuburan ke studio. Namun di Bali upacara kremasi ini menguras materi. Banyak juga orang miskin yang khawatir jika harus melakukan hal tersebut.”

Beda hal dengan barat, seni rupa memiliki kecenderungan pada rasionalisasi. Nusantara memiliki banyak sekali filosofi spiritual yang hadir dalam benak manusianya. (HAG)