
CSRINDONESIA – Pekanbaru, Di tengah gemuruh ancaman iklim global dan kepungan asap yang pernah menyelimuti langit Sumatra, secercah harapan kembali tumbuh dari jantung lahan gambut Riau. Sebuah inisiatif baru, dengan nama yang sarat makna: Growing Resilience through Emissions Reductions, Community Empowerment and Ecosystem Restoration for a Nurturing Future—disingkat Riau Hijau atau GREEN for Riau—resmi diluncurkan hari ini.
Bukan sekadar proyek, inisiatif ini adalah sebuah ikrar: bahwa Indonesia, khususnya Riau, memilih untuk berdiri di garis depan perjuangan iklim, menggandeng komunitas lokal, menggugah kepedulian global, dan menyelaraskan ekonomi dengan ekologi.

Ladang Karbon, Lumbung Risiko
Riau bukan nama asing dalam peta kehutanan dunia. Dengan 4,9 juta hektar lahan gambut—ekosistem basah yang menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar—provinsi ini menyimpan potensi sekaligus risiko. Ironisnya, antara 1990 hingga 2020, Riau kehilangan sekitar 2,8 juta hektar hutan, menjadikannya salah satu daerah dengan laju deforestasi tertinggi di Indonesia. Penyebabnya berlapis: ekspansi agrikultur, pembalakan liar, kebakaran tahunan, dan konflik lahan yang terus menyulut bara.
Akibatnya? Emisi meningkat. Kesehatan masyarakat terganggu. Perekonomian lokal tertekan. Dan yang tak kalah penting—masa depan bumi dipertaruhkan.
Namun, di balik luka itu, GREEN for Riau hadir sebagai jalan pemulihan.

Menyulam Asa dari Hutan yang Terluka
Didukung oleh Program UN-REDD dan pendanaan Pemerintah Inggris, proyek ini bukan solusi instan, melainkan proses panjang yang menjanjikan perubahan sistemik. Riau menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan standar integritas tinggi pasar karbon hutan global. Artinya: setiap ton emisi yang berhasil ditekan bukan sekadar angka, tetapi nilai yang diakui pasar dunia.
“Hal ini bisa menjadi model bagi provinsi dan negara lain dalam transisi hijau,” ujar Gita Sabharwal, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, membuka peluang bahwa Riau tidak lagi sekadar ladang produksi sawit atau titik rawan kebakaran, tapi juga pionir dalam diplomasi karbon global.
Ekosistem yang Dipulihkan, Komunitas yang Diberdayakan
Berbeda dari pendekatan konservasi masa lalu yang kerap top-down dan eksklusif, inisiatif ini menempatkan komunitas lokal, termasuk Masyarakat Adat, sebagai jantung restorasi. Melalui sistem perencanaan inklusif, penguatan kapasitas teknis, dan keterlibatan lintas sektor, GREEN for Riau menyasar lebih dari sekadar penyelamatan pohon: ini tentang menumbuhkan martabat.
“Inisiatif ini menguji standar internasional dan memperkuat keterlibatan sektor swasta,” kata Gubernur Riau H. Abdul Wahid. Tak hanya soal karbon dan uang, tapi juga tentang keadilan ekologis dan pembagian manfaat yang merata—poin penting dalam agenda pembangunan berkelanjutan.
