Jakarta, CSR-Indonesia – Akhirnya, PT Freeport Indonesia mendapat peringkat merah dalam PROPER 2015, yang diumumkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Senin, 23 November 2015. Sayangnya, “raport merah” Freeport ini luput dari sorotan media massa.
Masih segara dalam ingatan kita ketika PT Freeport Indonesia (PTFI) membantah tudingan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang menyebut bahwa perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) telah mencemari lingkungan hidup di sekitar perusahaan itu berdiri karena kerap membuang limbah pabriknya ke sungai dan menyebabkan punahnya ekosistem lingkungan hidup sekitar area sungai.
Vice President Corporate Communication PTFI Riza Pratama mengatakan, bahwa pihaknya telah melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan aturan yang berlaku.
“Pengelolaan lingkungan PTFI didasarkan kepada AMDAL yang disetujui pemerintah di tahun 1997 dan aturan tambahan lainnya setelah itu,” demikian kata Riza kepada media.
Dirinya juga mengklaim, jika Instansi Pemerintah terkait juga terus melakukan inspeksi secara berkala mengenai pengelolaan lingkungan pabrik Freeport. Sehingga dapat dipastikan PTFI tidak melanggar aturan yang ada sebagaimana yang diungkapkan Rizal Ramli.
“Instansi pemerintah melakukan inspeksi secara berkala dan sejauh ini PTFI selalu comply dengan izin dan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Menko Rizal Ramli tentu tidak asal tuding tanpa ada bukti yang jelas. Senin malam, 23 November, kemarin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar Malam Anugerah penghargaan Program Penilaian Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER).
PROPER merupakan program unggulan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bidang pengendalian pencemaran,kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah B3. Aspek pembinaan meliputi pemenuhan ketentuan dalam izin lingkungan, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3, dan potensi kerusakan lahan khusus untuk kegiatan pertambangan.
Sebagai instrumen penaatan alternatif PROPER telah dipuji oleh berbagai pihak termasuk Bank Dunia, bahkan PROPER menjadi salah satu bahan studi kasus di Harvard Institute for International Development (HIID). Sejak dikembangkan di Indonesia mulai tahun 1995, PROPER telah menjadi contoh di berbagai negara di Asia, Amerika Latin dan Afrika sebagai instrumen penaatan alternatif. Pada tahun 1996, PROPER mendapatkan penghargaan Zero Emission Award dari United Nations University di Tokyo
Ada lima peringkat PROPER, yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Freeport sendiri mendapat peringkat merah yang artinya perusahaan tersebut adalah perusahaan yang sudah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian kecil mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga belum memenuhi standar (masih diatas nilai ambang batas).
Padahal, sebagaimana dikatakan Rizal Ramli, bagi perusahaan tambang sebesar Freeport pengelolaan limbah adalah perkara mudah. Ia bisa menggunakan prinsip Good Corporate Governance. Namun karena sikap ‘greedy’ (rakus atau tamak), Freeport tidak mau mengeluarkan uang untuk membayar pengelolaan limbah.
“Enggak ada susahnya memproses limbah itu, tapi karena ‘greedy’ enggak mau bayar, ” ungkapnya.
Freeport seenaknya membuang limbah dan galian yang diaduk memakai mercury ke sungai begitu saja. “Ikan-ikan pada mati, penduduk menderita,” kata Rizal.
Rizal juga menyayangkan, betapa mudahnya pejabat di Indonesia untuk disuap, sehingga memudahkan Freeport untuk membuang limbahnya ke sungai.
“Ini karena beberapa pejabat Indonesia gampang disogok. Daripada bersihkan limbah, bayar aja pejabatnya, nego dengan pejabatnya. Ini yang harus dirubah,” tutupnya. (MAW)