
Jakarta, CSR INDONESIA – Lebih dari 70% permukaan bumi terdiri dari air. Dengan berlimpahnya air, manusia seringkali mengindahkan pentingnya pelestariannya. Padahal, jika air tidak kita lestarikan, air yang dapat dimanfaatkan/dikonsumsi manusia hanya sekian persen dari total jumlah air di bumi .
Pengertian konsumsi disini tidak terbatas untuk diminum saja, namun juga termasuk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebagai salah satu contoh kebutuhan sehari-hari, misalnya daging. Berdasarkan kalkulator digital perhitungan jejak air[1], ternyata untuk memproduksi 1 kilogram daging dibutuhkan sekitar 15.000 liter air. Dengan perkiraan konsumsi daging pada tahun 2015 yang mencapai 640.000 ton[2], bisa dihitung sendiri berapa juta liter air yang diperlukan.
Dalam sebuah diskusi jelang berbuka dengan tema “Kelestarian Air dan Lingkungan Sebagai Tanggung Jawab Bersama” di Gedung Intiland, Jakarta, Kamis, 9 Juli 2015, yang menghadirkan pembicara para pemerhati, aktivis lingkungan serta perwakilan swasta, topik tentang perhitungan jejak air ini menjawab argument pertanyaan masyarakat mengenai alasan mengapa mereka juga harus turut teribat dalam kelestarian air dan lingkungan.
Menanggapi suara masyarakat yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah merusak lingkungan,tidak pernah membuang sampah sembarangan, tidak menggunakan air berlebihan, hanya untuk minum, mandi, memasak, bahkan mereka tidak pernah menebang hutan, Prof. Dr. Emil Salim, tokoh lingkungan hidup Indonesia menegaskan bahwa kita tidak bisa menyerahkan semua tanggung jawab ke satu pihak saja karena masalah air adalah masalah kita semua.
“Semua barang yang kita gunakan, dari makanan, pakaian, sepatu, buku, seluruhnya membutuhkan pasokan air dalam proses produksi maupun perawatannya,” tambahnya.
Pada saat itulah kemudian mencuat perbincangan bahwa terdapat sebuah konsep perhitungan jejak air atau water footprint yang umum dipergunakan untuk mengindikasikan jumlah air yang dipergunakan individu, komunitas maupun industri saat membuat/merawat sebuah barang. Perhitungan jejak air tersebut diartikan secara virtual, karena menggabungkan estimasi pemakaian air hujan (green water footprint), air permukaan/air tanah (blue water footprint) sampai air untuk mengolah limbah barang tersebut (grey water footprint). Angkanya bervariasi tergantung proses produksi, lokasi, bahkan cuaca.
Selain daging yang telah dijadikan contoh diatas, ternyata 1 potong celana jeans membutuhkan sekitar 8.000 liter air untuk memproduksinya. Sadarkah kita semua sudah menggunakan air sebanyak 40.000 liter jika mereka memiliki 5 celana jeans di lemari pakaian kita?
Tahukah kita bahwa untuk memproduksi 1 kilogram coklat cair, dibutuhkan air sebanyak 17.000 liter? Bahkan lebih banyak daripada daging. Berikut data estimasi perhitungan jejak air atau water footprint untuk beberapa produk lain.

“Walaupun hanya sebagai indikasi virtual namun secara ilmiah perhitungan jejak air seharusnya memberikan kesadaran bagi kita semua untuk turut berpartisipasi melestarikan air,” tambah Sigit Kusumawijaya, arsitek perkotaan dan salah satu inisiator Indonesia Berkebun yang juga menjadi pembicara dalam acara diskusi tersebut. “Caranya sederhana, kita cukup dengan bijak memilih produk yang efisien air dalam proses produksinya.”
Namun apakah masyarakat perlu menghentikan konsumsi produk-produk yang membutuhkan banyak air dalam proses produksinya?
Dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat saat ini, tidak mungkin menghentikan konsumsi barang-barang untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Namun pada dasarnya memang tidak menjadi masalah jika masyarakat masih terus membeli pakaian, terus mengkonsumsi makanan yang disukai, asalkan bersama-sama kita menjaga kualitas, kuantitas dan keberlanjutan. Sumber Daya Air adalah sumber daya alam yang terbarukan.
Salah satu pihak yang turut melestarikan air dan lingkungan adalah AQUA Grup. Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director, PT. Tirta Investama (AQUA Grup) yang hadir dalam diskusi tersebut mengatakan, “AQUA Grup sebagai pihak yang juga memanfaatkan air, berkomitmen untuk menjaga kelestariannya. Berbagai upaya kami lakukan dalam program-program sosial dan lingkungan di bawah AQUA Lestari. Program pelestarian air dan lingkungan yang kami lakukan berbasiskan Daerah Aliran Sungai (DAS) dari hulu sampai hilir. Program-program tersebut dikembangkan untuk mempertahankan kualitas, kuantitas dan keberlanjutan sumber daya air. Kami mengembangkan program konservasi seperti penanaman pohon, pembuatan embung, rehabilitasi saluran irigasi, pembuatan sumur resapan, pengembangan pertanian organik, biopori di daerah hilir. Program tersebut diikuti dengan pemberdayaan masyarakat, peningkatan akses air bersih dan penyehatan lingkungan, pendidikan tentang pelestarian air serta peningkatan kesejahteraan.”
Pada tahun 2014, AQUA Grup menandatangani MOU dengan Kementerian Kehutanan RI untuk menjalankan program konservasi di area yang ditentukan bersama. Kedua pihak sepakat untuk menanam kembali pohon sebanyak 12 juta pohon dalam setahun.
Prof. Dr. Emil Salim mengatakan, “Kita semua adalah bagian dari masyarakat yang memiliki peran dalam melestarikan air dan lingkungan. Oleh karena itulah kita juga wajib turut serta dalam usaha pelestarian. Misalnya pemerintah mengatur kebijakan, masyarakat merawat, akademisi menyediakan teknologi manajemen lingkungan, media memotivasi gerakan pelestarian, sedangkan Lembaga Swadaya Masyarakat mengorganisir pemberdayaan masyarakat.” (WAW)