Home Berita Link Women: Membuka Pintu Masa Depan Perempuan Indonesia di Era AI

Link Women: Membuka Pintu Masa Depan Perempuan Indonesia di Era AI

22
Kelompok anak muda sedang mempresentasikan inisiatifnya tentang pemberdayaan pemuda | UN Women/Satu Bumi Jaya.
Kelompok anak muda sedang mempresentasikan inisiatifnya tentang pemberdayaan pemuda | UN Women/Satu Bumi Jaya.

“Perempuan Indonesia bagaikan bunga yang baru mekar. Beri mereka ruang, cahaya, dan air pengetahuan—maka mereka akan mewangi ke seluruh penjuru dunia.” — Jurnal Harian Kartini, 1902

CSRINDONESIA — Dari sebuah rumah di Jepara, lebih dari seabad lalu, Raden Ajeng Kartini menulis surat tentang mimpi-mimpi perempuan. Hari ini, di tengah riuhnya Jakarta yang berselimut jaringan 5G dan kecerdasan buatan, mimpi itu kembali menggeliat—kali ini dalam wujud “Link Women”, sebuah inisiatif kolaboratif antara LinkedIn dan UN Women yang menjanjikan lebih dari sekadar pelatihan, melainkan juga harapan dan akses nyata bagi perempuan Indonesia untuk berdiri tegak di arena kerja digital yang kompetitif.
Program ini diluncurkan bertepatan dengan Hari Kartini, bukan tanpa alasan. Sebab, seperti kata Kartini: “Habis gelap, terbitlah terang”—dan terang itu kini berwujud literasi digital, jaringan profesional global, serta dukungan komunitas yang membangkitkan semangat perempuan untuk tak sekadar bertahan, melainkan memimpin.
Ketimpangan yang Membisu, Tantangan yang Nyata
Mari bicara data, karena angka tidak pernah berdusta. Tahun 2024 mencatat bahwa hanya 56,4 persen perempuan Indonesia yang masuk ke angkatan kerja, jauh tertinggal dari laki-laki yang mencapai 84,7 persen. Di balik statistik itu tersembunyi potret ratusan ribu perempuan muda—yang keluar dari pekerjaan karena menikah, melahirkan, atau memikul beban peran domestik yang diwariskan dari generasi ke generasi. AIPEG bahkan mencatat, 1,7 juta perempuan berusia 20–24 tahun meninggalkan pekerjaannya akibat transisi hidup tersebut.
Dalam lanskap kerja yang terus berubah, gap ini bukan hanya ketidakadilan sosial—tapi juga kerugian ekonomi.
Dari ruang digital, peluang itu kini terbuka. Link Women hadir sebagai jawaban atas ketimpangan tersebut, bukan dengan janji kosong, melainkan melalui strategi konkret:
  1. Pelatihan keterampilan digital dan literasi AI, dua kompetensi yang dikonfirmasi LinkedIn sebagai kemampuan yang paling cepat berkembang di tahun 2025.
  2. Penguatan jaringan profesional dan pelatihan kepemimpinan, untuk mengurangi isolasi perempuan dalam dunia kerja.
  3. Roadshow kampus dan platform pembelajaran daring, untuk menjangkau mereka yang ingin kembali bekerja maupun baru masuk ke dunia profesional.
Program ini menargetkan 2.000 perempuan, dari Jakarta hingga pelosok Banten dan Jawa Barat. Mereka akan dilatih memanfaatkan platform LinkedIn—dengan jaringan globalnya yang mencakup 1,1 miliar profesional dan 70 juta perusahaan—untuk membangun citra profesional, menunjukkan kompetensi, dan memperluas peluang.
Teknologi Tak Lagi Netral
Banyak yang bilang teknologi itu netral. Tapi sejarah menunjukkan: tanpa intervensi, ia justru memperlebar jurang. Maka, inisiatif seperti Link Women menjadi penting bukan karena AI itu jahat atau baik—melainkan karena kita perlu memastikan bahwa semua orang memiliki kunci untuk membukanya.
“LinkedIn memiliki peluang untuk membantu perempuan agar dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berwirausaha di era ekonomi digital,” ujar Lanny Wijaya, Head of New Business LinkedIn Indonesia. Baginya, inklusi adalah investasi—dan perempuan Indonesia, dengan segala potensi dan ketangguhannya, adalah aset yang tak ternilai.
Senada, Ulziisuren Jamsran dari UN Women menegaskan pentingnya soft skills, kepemimpinan adaptif, dan literasi teknologi sebagai bekal agar perempuan tak hanya bekerja—tetapi bersinar dan menginspirasi perubahan di lingkungannya.
Sebuah jejak baru, untuk jejak yang lebih Panjang. “Link Women” bukan sekadar program. Ia adalah ekosistem. Sebuah ruang aman untuk belajar, berkembang, dan saling menguatkan. Sebuah simpul penghubung antara teknologi dan keadilan, antara potensi dan peluang, antara impian Kartini dan kenyataan hari ini.
Kartini tak pernah mengenal LinkedIn. Tapi seandainya beliau hidup hari ini, mungkin beliau akan menjadi mentor pertama di Link Women—mengajak perempuan muda menulis cerita mereka sendiri di dunia yang tak lagi membatasi peran berdasarkan jenis kelamin.
Dan kita semua, di sinilah, menjadi saksi bahwa terang itu tak pernah padam. Ia hanya menunggu disambut, dengan tangan terbuka dan langkah yang berani. |WAW-CSRI