CSRIND0NESIA – Sejak kecil ia dilabeli stigma sebagai anak badung. Tumbuh dewasa mengakrabi dunia pergerakan hingga membuatnya masuk penjara. Kini namanya kesohor sebagai penggagas konsep Sekolah Alam (school of universe), pendidikan holistik yang mengintegrasikan nilai iman, ilmu pengetahuan, berlandas rasa cinta pada alam semesta dan kehidupan. “Kita tidak sekadar membangun sekolah tetapi kita sedang membangun peradaban,” demikian Lendo Novo menegaskan motto Sekolah Alam yang didirikannya sejak 2004 silam.
Jalan hidup Lendo Novo seolah telah digariskan menjadi pegiat pendidikan, pembaharu dalam usaha memanusiakan manusia. Selama menempuh pendidikan dari TK, SD, SMP hingga SMA, Lendo kerap dihukum oleh guru karena tidak
mampu berkonsentrasi dan dianggap mengganggu aktivitas belajar teman-temannya. Hampir sepanjang waktu belajar, hati Lendo senantiasa gusar. Ia selalu menanti istirahat tiba, atau bel pulang sekolah berdentang, sebab pada kedua waktu tersebut, Lendo bisa bebas bermain dan mengekspresikan dirinya. “Waktu itu saya tidak mengerti kenapa saya disebut sebagai anak nakal dan pengganggu teman-teman di kelas. Buat saya sekolah seperti penjara yang mengekang kebebasan saya untuk berekspresi.”, kenang pria kelahiran 6 November 1964 pada masa sekolahnya dulu.
Tak hanya di sekolah, di rumahnyapun Lendo dianggap anak bermasalah. Sempat kewalahan mendidik Lendo, kedua orang tua akhirnya membawa Lendo pada seorang psikiater. Dokter ahli jiwa kemudian mendiagnosis Lendo sebagai anak hiperaktif. “Setelah berumur 40 tahun saya baru tahu bahwa saya adalah seorang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)”, itulah satu pengalaman masa kecil yang tak pernah Lendo lupakan.
Orang tua Lendo terutama sang Ayah mendidik Lendo dengan keras. Ia kerap menerima hukuman karena kenakalannya. Walau demikian, Lendo mengakui didikan keluarga memberi pengaruh besar pada perjalanan hidupnya kini. Lendo tumbuh dalam keluarga Minang yang mapan. Kedua orang tuanya berasal dari Pariaman, Sumatera Barat, yang merantau ke Jawa.
Ayah Lendo pernah bekerja sebagai pegawai Bank Indonesia. Sementara, Ibunya adalah seorang wirausaha. Bisnis Ibunda Lendo bermacam-macam, mulai dari jualan es mambo, menyewakan rumah hingga memberi kredit kepada tetangga.
“Banyak sekali orang yang bergantung hidup kepada Ibu saya, mulai dari karyawannya, mitra bisnisnya hingga orang-orang yang kami santuni. Hampir setiap hari kami terlibat mendukung bisnis Ibu sesuai kemampuan masing-masing. Bakat dan minat saya sebagai wirausaha sosial sepenuhnya terinspirasi dari perjuangan Ibu”, kenang Lendo.
Tak banyak orang yang dapat memahami tingkah hiperaktif Lendo. Di rumahnya, Lendo lebih dekat dengan neneknya, sosok yang menjadi penjaga dan pembelanya.
“Setiap hari saya tidur bersama nenek hingga saya berumur 10 tahun. Nenek seolah menjadi malaikat yang selalu membela saya apabila saya melakukan banyak kesalahan atau membuat orang tua saya marah. Dan yang paling menonjol dari nenek saya adalah kepemimpinannya yang tegas, tanpa saya sadari menular kepada diri saya. Nenek juga yang menginspirasi saya agar berjuang sekeras mungkin untuk meraih apa yang saya impikan.”
Meski dicap sebagai anak nakal, Lendo telah berpikir jauh ke depan sejak belia. Ketika usia SD, setiap hari Lendo bermain dengan rekan-rekan yang lebih senior usianya. “Secara naluri saya lebih nyaman berdiskusi dengan teman-teman yang usianya lebih senior dibanding saya. Kesamaan pemikiran dan semangat untuk bersatu membuat saya betah berlama-lama berdiskusi dengan orang-orang yang lebih dewasa dibanding saya.”, kenang Lendo.
Kebiasaan itu membentuk pemikirannya menjadi lebih dewasa, lebih visioner dibanding teman-teman sebaya. Lendopun menjadi langganan ketua kelas atau tokoh informal di sekolah. Ia membangun persahabatan dengan teman-teman yang memiliki kecenderungan agresif, rekan-rekannya yang juga disematkan predikat anak nakal. Orang-orang menyebut perkumpulan mereka sebagai “anak genk”.
Director of Greenlife Pertamina Foundation, Lendo Novo mengatakan, fokus kegiatannya menyasar aspek lingkungan dan pendidikan yang berwawasan lingkungan. Mulai dari kegiatan menabung 100 juta pohon, yang hingga pada tahun ini telah berhasil menanam 90 juta pohon secara kumulatif.
“Di bidang energi terbarukan, dilakukan melalui penyediaan suplai pembuatan woodchip dari 800 ribu pohon lamtorogung di lahan 200 hektar untuk pembangkit listrik satu mega watt (1 MW),” ujar Lendo dalam acara buka puasa bersama di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, tadi malam.
Pada bidang pengelolaan sampah terpadu, Lendo melanjutkan, pihaknya melakukannya melalui zero waste management di Kota Payakumbuh. Ada juga kegiatan akademi menabung pohon. Melalui kerja sama dengan pihak ketiga, berhasil disusun kurikulum beserta modul serta mekanisme perekrutan relawan Gerakan Menabung Pohon.
“Pada aspek pendidikan, PF menggelar Sekolah Sobat Bumi (SSB) di 17 sekolah melalui penerapan Sistem Tata Kelola Sekolah yang baik dan berwawasan lingkungan,” ucapnya.
Lebih lanjut, ditambah dengan pelatihan mengenai Pembangunan Berkelanjutan di 17 SSB, serta 170 sekolah binaan. Sebagai hasilnya, beberapa inovasi telah berhasil diciptakan, seperti Bahan Bakar Nabati (Bakarti) di SMP Negeri 1 Balikpapan dan SMP Negeri 10 Samarinda.
“Biogas di 11 SSB, dengan penerapan di SMK Negeri 3 Sukabumi. Tak kalah mencengangkan, berhasil dikembangkan juga Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di SMK Negeri 1 Probolinggo. Belum lagi eco-transportation di empat kota untuk 44 SSB,” ungkapnya.
Baca lengkap bisa disimak di Majalah Edisi Khusus CSR INDONESIA silakan hubungi
The Manhattan Square Building
Mid Tower, 12th Floor
Jl. TB Simatupang Kav 1 – S
Jakarta, 12560 – INDONESIA
p : +62 21 8064 1069
f : +62 21 8064 1001