Women’s Empowerment Principles Corporate Action Lab (WEPsCAL) di Indonesia dibuka dengan lokakarya tentang kebijakan ramah keluarga dan diskusi tentang solusi yang dapat diujicobakan selama program berlangsung, dihadiri oleh perwakilan dari 12 perusahaan yang berpartisipasi dalam WEPsCAL pertama.
Foto: UN Women/Christina Phan.
CSRINDONESIA – Di sebuah ruang konferensi yang sarat semangat, bukan sekadar sambutan hangat dan jajaran kursi empuk yang jadi pusat perhatian. Tapi deretan nama dan niat dari dua belas perusahaan yang memutuskan untuk mengubah cara kerja mereka dari dalam. Di hadapan para pemimpin perempuan, pejabat tinggi, dan perwakilan lembaga internasional, sebuah kolaborasi baru diluncurkan: Women’s Empowerment Principles Corporate Action Lab atau WEPsCAL.
Untuk sebagian orang, ini mungkin terdengar seperti jargon kelembagaan. Namun di balik akronim yang formal itu, tersembunyi semangat revolusi yang tak kalah serius dari gerakan sosial berskala global yakni membongkar akar ketimpangan gender di dunia kerja Indonesia.
Danantara, bersama UN Women, Srikandi BUMN, Kementerian BUMN, dan Forum Human Capital Indonesia, memilih untuk tidak hanya berdiskusi. Mereka membentuk ekosistem. WEPsCAL adalah manifestasi dari tekad itu: menghubungkan perusahaan-perusahaan yang bersedia mempraktikkan kesetaraan, bukan sekadar mendeklamasikannya.
WEPsCAL merupakan inisiatif pertama di Indonesia dalam kerangka UN Women Gender Action Lab: Innovation and Impact for Gender Equality in Asia-Pacific. Program ini menjadi bagian dari gerakan regional yang juga dijalankan di Kamboja, Malaysia, dan Filipina, dengan dukungan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia.
Namun, kenapa Indonesia perlu gerakan ini?
Setengah Langkah di Pasar Kerja
Sudah lebih dari dua dekade angka partisipasi perempuan dalam angkatan kerja Indonesia stagnan di sekitar 50 persen. Angka yang menunjukkan bukan ketidakinginan, tapi keterbatasan. Batas-batas itu kadang tak terlihat berupa norma sosial, pembagian kerja rumah tangga yang tak seimbang, pengasuhan anak yang sepihak, diskriminasi kultural, atau bahkan kebijakan kerja yang tak ramah keluarga.
Data BPS menyodorkan kenyataan pahit. Di satu sisi, pembangunan infrastruktur ekonomi tumbuh. Di sisi lain, pembangunan sumber daya manusia perempuan tertinggal. Laporan dari AIPEG tahun 2018 bahkan menyebut 1,7 juta perempuan usia produktif (20-24 tahun) keluar dari dunia kerja karena pernikahan atau kehamilan.
Bagi Wiwik Wahyuni, Senior Director HC Transformation & Talent Development Danantara, jawaban atas tantangan ini bukan lagi pada wacana, melainkan kebijakan. “Tempat kerja yang inklusif dan responsif gender bukan hanya kewajiban moral, tapi landasan strategis bagi transformasi kelembagaan yang berkelanjutan,” tegasnya.
WEPsCAL hadir sebagai ruang praktik untuk perubahan itu—bukan sekadar deklarasi, tapi laboratorium aksi.
Dua Belas Komitmen
Inisiatif ini mengajak dua belas perusahaan milik negara dan anak usaha BUMN untuk bertindak sebagai Changemakers. Mereka berasal dari berbagai sektor: energi, keuangan, logistik, farmasi, pariwisata, hingga konstruksi. Di antaranya: Pertamina, PLN, Bank Mandiri, Pupuk Indonesia, hingga Wijaya Karya.
Mereka bukan hanya peserta, tapi pelaku eksperimen sosial. Masing-masing akan mengembangkan kebijakan tempat kerja ramah keluarga yang relevan dengan konteks internal mereka. Mulai dari sistem kerja fleksibel, cuti orang tua yang setara, fasilitas penitipan anak, hingga penyusunan ulang indikator kinerja yang sensitif gender.
Dwi Yuliawati, Head of Programmes UN Women Indonesia, menyebut bahwa inisiatif ini bukan sekadar program kerja. Ia adalah fondasi perubahan. “Kebijakan tempat kerja ramah keluarga bukan hanya meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan, tetapi juga langkah maju untuk mengubah norma sosial tentang peran gender,” katanya.
Visi 2045 dan Jalan Menuju Indonesia Emas
Peluncuran WEPsCAL sejatinya adalah bagian dari rangkaian upaya sistematis menuju target yang lebih besar yakni tercapainya 70 persen tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan pada tahun 2045. Target yang sejalan dengan visi besar Indonesia Emas, dan juga termuat dalam Peta Jalan Ekonomi Perawatan 2025–2045.
Menurut Sophie Mackinnon, Acting Counsellor DFAT Australia, Indonesia dan Australia punya kesamaan tantangan dan harapan. Maka, kolaborasi melalui UN Women menjadi titik temu strategis dua negara untuk mempercepat kemajuan bersama. “Kesetaraan ekonomi perempuan adalah kunci pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Secara global, sudah lebih dari 11.000 perusahaan menandatangani komitmen terhadap Women’s Empowerment Principles (WEPs), termasuk 219 perusahaan dari Indonesia. Namun, penandatanganan tidak cukup. Implementasi adalah penentunya. Dan WEPsCAL menjadi jalur tempuh ke arah sana.
Kultur Baru di Korporasi
Apa yang dimulai dari ruang konferensi ini, bukan semata tentang perempuan dan pekerjaan. Ini tentang membangun kultur baru dalam bisnis, di mana pertumbuhan ekonomi tidak harus dibayar dengan ketimpangan sosial, di mana produktivitas tidak identik dengan kerja lembur tanpa kompensasi pengasuhan, di mana laki-laki dan perempuan bisa saling berbagi tugas rumah dan ruang rapat dengan setara.
WEPsCAL akan berlangsung hingga awal 2026. Selama periode itu, setiap perusahaan akan terlibat dalam sesi pendampingan, pelatihan teknis, dan pertukaran pengetahuan lintas negara. Model cohort yang digunakan mendorong pembelajaran bersama dan saling dukung antarpeserta karena kesetaraan bukan kompetisi, tapi kolaborasi.
Bagi Srikandi BUMN, komunitas perempuan di lingkungan BUMN, momentum ini memperkuat visi awal mereka. Sebuah visi yang sederhana tapi tak mudah: menciptakan ruang kerja di mana perempuan bisa belajar, berkembang, dan memimpin tanpa harus mengorbankan peran lain yang juga melekat pada diri mereka.
Dari Kantor ke Rumah, dari Kebijakan ke Kultur
Perubahan besar sering dimulai dari tempat kecil, dari meja kerja, dari ruang istirahat kantor, dari rapat yang memperhitungkan jam menyusui, dari pertemuan yang mempersilakan ayah cuti mengurus anak. WEPsCAL bukan sekadar program. Ia adalah janji kolektif bahwa dunia kerja bisa menjadi lebih manusiawi, inklusif, dan adil. Dan janji itu hari ini mulai ditepati. |WAW-CSRI