Home Berita KELIRU MEMAKNAI CSR (Bagian II)

KELIRU MEMAKNAI CSR (Bagian II)

991
Ilustrasi

CSRINDONESIA – Memankai CSR agar tidak keliru maka mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Djoko Edhi Abdurrahman, Selasa (13/06/2017) dalam rilisnya diterima redaksi CSR INDONESIA. “Sebelumnya saya menulis asal usul CSR. Saya sitir petikannya. Bahwa terbukti dana CSR digunakan. Penggunaan CSR demikian bukan saja korup, juga unusual behavior of the firm dalam disiplin ekonomi. Pajak Negatif inilah yang kini disebut CSR (pertanggung jawaban dampak sosial dari korporasi atas pelaksanaan system kapitalisme),” ujar Djoko Edhi

BACA: CSR dan Kapitalisme 

CSR Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Inspektorat Pemprov DKI Jakarta segera melakukan audit terkait pengunaan dana CSR di sejumlah perusahaan yang dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur di Ibu Kota. Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri mengatakan, saat ini belum ada aturan yang jelas soal penggunaan dana CSR di Pemprov DKI Jakarta.

“Seharusnya ada aturan yang jelas. Sebab, akhirnya proyekproyek pembangunan dengan dana CSR ini diserahkan ke Pemprov DKI,” kata Febri, Jakarta, Selasa (26/12/2016) yang kini sudah jadi juru bicara KPK Menurutnya, tanpa adanya aturan yang jelas, penggunaan CSR membuat celah korupsi sangat besar.

Terlebih, selama ini audit tentang penerimaan dan pengeluaran tak terlihat. “Inspektorat Pemprov DKI Jakarta harus turun tangan untuk melakukan pengawasan yang benar dan harus dilakukan audit soal dana CSR,” tutur Febri.

Dihubungi terpisah, pengamat perkotaan Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, audit harus dilakukan untuk membuktikan dana CSR tersebut jelas peruntukannya. Sehingga bila terbukti tidak adanya korupsi akan dapat terlihat. Mengenai aturan, Yayat menjelaskan, sekalipun Pemprov DKI belum menerbitkan Perda tentang dana CSR. Namun di Indonesia sudah ada UndangUndang penggunaan dana CSR bisa dilakukan. “Nah ini tugas Inspektorat, mencari informasi kebenaran pemasukan dan pengeluaran dana itu,”ujarnya. Untuk diketahui, salah satu perusahaan ternama di Jakarta telah menggelontorkan dana CSR Rp 24,2 Miliar normalisasi anak Kali Ciliwung, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat. Lahan sepanjang 200 meter itu dibiarkan terbengkalai. Hanya sheet pile renggang yang asal jadi terlihat di kawasan itu, sementara pembangunan jalan beton baru sepanjang 20 meter.

Sisanya jalanan sepanjang itu merupakan sisa reruntuhan bangunan,. Katanya Kita ketahui bahwa Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menerima bantuan corporate social responsibility (CSR) dari berbagai perushaan dikritik DPRD DKI Jakarta.

Sejauh ini legislator DKI itu menilai, bantuan CSR dilakukan terselubung dan tidak tepat sasaran. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana mengatakan, bantuan CSR yang sejauh ini telah diterima Pemprov DKI seperti contoh pembangunan RPTRA sejatinya dapat dibiayai dari APBD DKI.

“Kenapa CSR itu mengarah pada sektor atau program yang bisa dibiayai APBD, kenapa tidak diperuntukan kepada sektor yang sulit dibiayai APBD yang juga bisa berpihak kepada masyarakat kecil,” ujar Sani sapaan karibnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (28/4/2016). Seperti halnya, sambung dia, bantuan CSR disalurkan langsung kepada warga korban penggusuran.

Dengan membiayai sewa rusun selama tiga tahun pertama kepada warga menggunakan bantuan CSR, kata Sani, jauh lebih bermanfaat ketimbang membangun taman dan sebagainya. “Jadi Pemprov disarankan punya arah yang jelas, sehingga CSR yang ingin menyalurkan ke pemerintah bisa lebih tepat,” terang politisi PKS itu.

Sebelumnya, kritikan serupa juga disampaikan Anggota Komisi Pembangunan DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman. Dia mengatakan, bantuan yang diterima Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Ahok lebih layak disebut sebagai sumbangan bukan bantuan CSR. Sebab, kata dia, ada beberapa ketentuan yang melegalkan perusahaan memberikan CSR kepada masyarakat serta pemerintah. Aturan itu pun kata dia tertuang dalam UndangUndang perusahaan. “Nah kalau di DKI ini tidak bisa dikatakan CSR, tapi sebagai sumbangan,” terang Prabowo.

Terlebih, sambung dia, sewajarnya CSR dilakukan sesuai dengan lokasi dimana perusahaan itu beroperasi. “Seumpama perusahaan itu berlokasi di Lampung ya CSR yang diberikan di Lampung saja. Nah kalau di PEMDA DKI ini yang dikelola tidak ada. Jadi saya katakan itu sumbanagan bukan CSR.” terang Politisi Pandat Gerindra itu Dananya berasal dari program CSR yang digalang oleh kementrian BUMN.

Dan pada akhirnya memang kita harus cerdas melihat ini semua jangan keliru memaknai CSR sehingga kelak fatal akibatnya dan untuk itu hrslah jujur dengan kenyataan jangan sampai kasus CSR tanam pohon Pertama Foundation terulang kembali dimana pera petingginya masuk ranah hukum. Tabik TIM REDAKSI CSR.

(BERSAMBUNG)

Ingin baca lengkap dapatkan Majalah CSR INDONESIA EDISI JULI 2017, silakan hubungi Sari 0821-1803-2368