CSRINDONESIA- JAKARTA, Pelanggaran Hukum pada pelelangan terbatas pekerjaan pembangunan Bandar udara Baru Kulon progo ( New Yogyakarta International airport/NYIA ) oleh PT Angkasa Pura I yang dilaksanakan sejak 2 Februari 2018 sampai 29 juni 2018, sudah berulangkali disuarakan masyarakat.
Pelelangan terbatas tahun 2018 merupakan pelelangan ulang oleh Angkasa pura I ,dimana sebelumnya pada 2017 pekerjaan yang sama sudah pernah dilelang/ditenderkan dengan pemenang lelang adalah PT Pembangunan Perumahan berdasarkan surat: *PT Angkasa Pura I nomor : AP I.3376/LB.05.01.2017/ DU- 8 tanggal 22 juni 2017. Walau sudah ditetapkan sebagai pemenang lelang,pelaksanaan pekerjaan pembangunan infrastruktur Bandara baru NYIA Kulon progo tidak pernah dilakukan oleh PT Pembangunan Perumahan dengan anggaran 10 triliun, demikian dikeluhkan Koordinator Aksi GPPN, Muhammad Yahya kepada media, Jumat (10/8).
Dikatakan Yahya, tidak pernah ada penjelasan kepada publik alasan mangkraknya proyek pembangunan Bandara baru itu baik dari pihak PT Angkasa Pura I maupun Oleh PT Pembangunan Perumahan.
“Angkasa Pura I sebagai BUMN pemilik proyek tidak pernah melakukan tindakan apapun sesuai ketentuan perundang-undangan,” katanya.
Lebih lanjut dikemukan Yahya, pelaksanaan pelelangan ulang terbatas oleh PT Angkasa Pura I yang berlangsung sejak februari 2018 sampai juli 2018 dari 10 perusahaan BUMN yang di undang sebagai peserta kemudian terbentuk tiga Kemitraan/kerja sama operasi yang bersedia mengikuti proses pelelangan dan mengajukan penawaran harga yaitu PT PP KSO, PT Waskita-Adhy-Abipraya KSO, PT Wika-Hutama-Karya.
Namun pada faktanya, PT. Angkasa Pura 1 membatalkan penetapan pemenangan lelang dan melakukan pelelangan ulang atas objek lelang yang sama. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai lelang pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh negara termasuk dan BUMN, pemenang lelang sebelumnya yang telah terbukti ingkar janji atau tidak mampu melaksanakan kewajiban selaku pemenangan lelang.
PT Pembangunan Perumahan (persero) gagal melaksanakan kewajibannya membangun Bandara Baru Kulom Progo, akan tetapi PT Pembangunan Perumahan yang sudah dicoret (black list) dari daftar perusahaan yang akan diundang dalam lelang ulang karena sebagai pemenang lelang awal 27 Juni 2017. Akan tetapi pada lelang ulang oleh PT. Angkasa Pura 1 (persero), PT. Pembangunan perumahan (persero) tetap diundang kembali menjadi peserta lelang. Untuk menutupi pelanggaran hukum, namun dengan akal- akalan, PT. PP mengajukan anak perusahaannya yakni PT. PP KSO walau alamat dan Personilnya yang terlibat lelang tetap sama.
Alhasil, PT. Angakasa pura 1 kembali menetapkan PT PP KSO sebagai pemenang lelang ulang kembali dimenangkan atas campur tangan atau arahan dari mentri BUMN Rini Soemarno kepada angakasa pura 1 selaku pemilik proyek dan pelaksana lelang. Dimana PT Pembangunan Perumahan (persero) Tbk berganti ‘baju’ menjadi PT. PP KSO walau alamat dan personilnya yang terlibat lelang tetap sama. Alhasil, PT Angkasa Pura 1 kembali menetapkan PT PP KSO sebagai pemenang lelang meski harga penawaran yang mereka ajukan lebih tinggi dibanding peserta lelang lain. Tak tanggung-tanggung bahkan telah terjadi praktek KKN dalam pelelangan ulang pengadaan pembangunan Bandara NYIA Kulon progo keterlibatan seorang menteri BUMN ibu RINI SOEMARNO yang melakukan intervensi kepada Dirut Angkasa Pura I. Agar secepatnya memuluskan konspirasi busuk memenangkan Pelelangan kepada PT Pembangunan Perumahan (persero).
Terkait fakta di atas, GPPN menuntut beberapa hal berikut:
Pertama, mendesak KPK segera mengusut KKN dalam lelang ulang Bandara Kulon Progo. Kedua, meminta KPK agar segera memanggil dan memeriksa Rini Soemarno yang terindikasi terlibat dalam kasus lelang ulang Bandara Kulon Progo. Ketiga, meminta KPK segera membongkar semua kasus KKN yang terjadi di Angkasa Pura l dan Kementerian BUMN. Keempat, KPK segera memanggil Dirut PT Pembangunan Perumahan ( persero) Tbk yang terindikasi terlibat KKN dalam pelelangan ulang bandara NYIA Kulon progo. Dan kelima menuntut pemecatan Rini Soemarno dari BUMN karena dinilai tidak pantas memimpin Kementerian tersebut.|CSRI/ARICA