
CSRINDONESIA – Jakarta, Seiring perkembangan teknologi, kejahatan yang mengintai khalayak masyarakat juga semakin canggih. Salah satu yang tengah menjadi pembicaraan ramai adalah kejahatan yang mengintai nasabah perbankan yaitu skimming.
Skimming adalah teknik mengumpulkan informasi sebuah kartu kredit atau kartu ATM dengan bantuan alat yang biasanya disebut skimmer. Alat skimmer bertugas merekam jejak penggunaan sebuah kartu kredit atau kartu ATM. Ketika skimmer dipasang di sebuah mesin ATM, otomatis semua kartu yang keluar masuk di mesin ATM tersebut akan terekam data dan aktifitasnya. Apabila yang dimasukkan adalah kartu kredit, maka yang terekam data kartu kredit. Pun jika yang dimasukkan kartu ATM, maka yang terekam adalah kartu ATM.
Terbongkarnya kasus skimming terhadap ATM atau Kartu Kredit yang marak terjadi beberapa waktu lalu, telah menciptakan trauma, shock, mengusik rasa aman para nasabah sekaligus mencoreng reputasi dunia perbankan Indonesia. Karena itulah Forum Promoter POLRI 2018 yang kesatu mengangkatnya dalam seminar bertema ““Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Kejahatan Skimming Perbankan”.
Pada acara yang digelar di Hotel Diradja, Jakarta Selatan (10/4) tersebut, salah satu pembicara Hilmi R. Ibrahim, pengamat perbankan dan Dosen tetap ilmu Hubungan Internasional, UNAS Jakarta, mengungkapkan, “Penggandaan atau pencurian data nasabah bank yang biasa dikenal dengan Skimming tidak saja meresahkan dan merugikan masyarakat penggunan jasa perbankan, tetapi juga merusak reputasi perbankan nasional Indonesia di mata Internasional. Dengan kejadian skimming tersebut, maka Indonesia dapat dianggap tidak aman dan sekaligus tidak nyaman dalam melakukan transaksi Perbankan.”
Menurut Hilmi, kasus skimming yang pernah menerpa dua bank nasional beberapa waktu lalu tersebut, menunjukkan pihak pelaku skimming memiliki pengetahuan teknologi canggih.
“Menunjukkan bahwa aksi skimming tidak hanya menjadi ancaman sewaktu- waktu tetapi sudah menjadi ancaman setiap saat. Penyebabnya karena Sistem IT security yang digunakan perbankan nampaknya kalah canggih dibandingan dengan pengetahuan tekhnologi dari pelaku skimming,” tegasnya.
Ia mengakui bahwa sebenarnya penggunaan teknologi cip sudah cukup lama diantisipasi oleh bank Indonesia. Telah ada peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia seperti yang diatur dalam peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 14/2/PBI/2012 tentang National Standard Indonesian Chip Card Specification (NISCCS), sebagai bentuk peningkatan pengamanan bertransaksi mengunakan ATM atau kartu kredit.
“Batas waktu yang diberikan juga cukup lama dengan sistem progres berjenjang dimana batas waku 31 Desember 2019 untuk 50 persen dari seluruh pengguna kartu ATM dan 80 persen pada ahir tahun 2020 serta 31 Desember 2021 sebagai batas ahir implemetasi penuh penggunaan cip kartu debit,” jelasnya.
Sayangnya jejak regulasi di atas justru menunjukkan bahwa pemerintah (Bank Indonesia) nampaknya cukup lamban dalam mempercepat pemberlakuan regulasi yang terkait dengan peningkatan pengamanan kartu debit.
“Bank Indonesia memberi tenggat waktu 9 tahun sejak peraturan bank Indonesia tentang NISCCS. Dari sisi regulasi serta jaminan keamanan penguna kartu tidak dapat diantisipasi lebih cepat,” jelas Hilmi.
Padahal pengaturan regulasi sangat penting untuk menjaga reputasi Perbankan Nasional. Karena itu batas waktu implementasi penuh penguna cip kartu debit perlu dievaluasi dan dipercepat agar kejadian serupa tidak terjadi dan meruntuhkan reputasi perbankan Indonesia di dunia Internasional.
Masih di acara yang sama, Kombes (Pol) Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H., M.A, memaparkan perbankan adalah lembaga keuangan yang menyediakan layanan kepada pengguna atau klien. Perkembangan ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi, memberikan kemudahan pengembangan sistem perbankan itu sendiri, dengan pengembangan sistem dan layanan untuk memfasilitasi dan memanjakan pelanggannya.
Berkenaan dengan fleksibilitas, efisiensi, dan kepraktisan. Lahirlah sebuah metode baru dalam pengembangan layanan di perbankan bagi pelanggan, di mana sistem ini disebut electronic banking, atau biasa dengan istilah e-banking yang memungkinkan pengguna layanan pelanggan dapat memanfaatkannya, dimanapun dan kapanpun, tidak dibatasi oleh waktu dengan layanan.
Seiring perkembangan zaman, kebutuhan akan teknologi jaringan komputer pun semakin meningkat. Contohnya sebagai media penyedia informasi, kegiatan komunitas komersial, perbankan, mempermudah transaksi dengan e-banking dan m-banking, dan sebagainya. Melalui dunia internet atau cyber space dan seiring perkembangannya, menyebabkan munculnya kegiatan cybercrime seperti hacking, pencurian kartu kredit.
“Adanya cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan dengan teknologi kompuer. Padahal umumnya kita sebagai manusia menginginkan privacy dan perasaan aman dalam mejalani hidup sehari-hari, termasuk juga dengan penggunaan internet terlebih lagi dalam hal perbankan,” katanya.
Lebih lanjut disebutkan Kombes (Pol) Daniel, “CyberCrime dalam kegiatan perbankan diantaranya yaitu Skimming, Carding dan hacking aplikasi/program.”
Menurutnya, beberapa kegiatan perbankan yang potensial menjadi target cybercrime dalam antara lain layanan pembayaran menggunakan kartu ATM/kredit pada situs-situs toko online dan layanan perbankan online (online banking).
Kombes (Pol) Daniel kembali menegaskan bahwa Skimming adalah tindakan pencurian data informasi yang ada dalam kartu ATM/KK dengan cara memindahkan data tersebut kepada kartu kosong (white card). Sebagian besar modusnya adalah dengan memasang alat pada slot mesin ATM. Pelaku mencari mesin ATM yang tidak ada penjaga keamanan dan sepi dan kebanyakan pelaku berasal dari negara luar atau asing.
Sebagai solusi untuk mengatasi Cyber Crime baik bagi Person maupun Masyarakat Kombes (Pol) Daniel memaparkan beberapa tindakan sebagai berikut:
Pertama melindungi identitas, jangan beritahukan pin ataupun saldo ataupun informasi tentang ATM anda kepada orang lain.
Kedua, tidak mudah menerima sms, email, ataupun telepon dari seseorang yang memberikan ataupun menanyakan informasi terbaru tentang ATM anda kecuali dari pihak yang berwenang, dan lebih memastikan lagi jikalau itu dari pihak yang berwenang.
Ketiga, mengelola dan mengontrol penggunaan akses aktifitas internet banking, serta melindungi komputer pribadi dari serangan cybercrime.
Keempat, memiliki pengetahuan dan kesadaran akan menggunakan internet dengan baik, dan resiko/dampak akan dunia maya, dan sebagainya.
Kelima, membuat salinan dokumen pribadi jikalau terjadi pencurian data. Dan terakhir membuat pin ATM, m-banking, e-banking yang kemungkinan orang lain tidak mengetahuinya dan mudah diingat.
Sedangkan bagi pihak berwenang yang terkait, maupun pihak Bank, Kombes (Pol) Daniel juga menyarakan agar mereka melakukan beberapa tindakan seperti:
Memberikan pengetahuan dan kesadaran akan menggunakan internet dengan baik, dan mencegah resiko/dampak kejahatan akan dunia maya kepada masyarakat. Mengoptimalkan UU khusus lainnya. Membangun pencegahan/pertahanan anti malware di seluruh server Bank. Meningkatkan keamanan jaringan, melindungi jaringan dari serangan, memonitor dan tes kontrol keluar masuknya akses yang tidak sah dan konten berbahaya. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acarany. Meningkatkan kerja sama antar negara dalam upaya penanganan cybercrime. Serta membuat aplikasi unit untuk melaporkan setiap kejadian cybercrime. |CSRI/WAW.