Home Uncategorized Enam Rekomendasi Pengelolaan SDA yang Adil dan Berkelanjutan untuk Menteri LH dan...

Enam Rekomendasi Pengelolaan SDA yang Adil dan Berkelanjutan untuk Menteri LH dan Kehutanan

3990
oto Bersama pada acara Media Gathering “Pejuang Keadilan dan Kesetaraan Lokal Audiensi dengan Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc., Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI” hari ini di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Gedung Manggala Wanabakti. Senayan. Jakarta (28/03/18).

CSRINDONESIA – Sekitar 150 orang Pejuang Keadilan dan Kesetaraan dalam pengelolaan Sumberdaya Alam, memberikan rekomendasi pengelolaan sumberdaya alam yang adil dan berkelanjutan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Rekomendasi tersebut tercetus ketika para pejuang yang berasal dari 14 propinsi yakni: Aceh, Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Bengkulu, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Papua dan Papua Barat berkumpul bersama di Jakarta pada tanggal 27-28 Maret 2018 kemarin.

Para pejuang keadilan dan kesetaraan dalam pengelolaan SDA ini berbagi cerita dan pengalaman untuk memperkuat praktek-praktek di tingkat lokal dalam pengelolaan SDA yang adil dan berkelanjutan.

Menurut mereka, pengalaman yang mereka hadapi selaku pejuang keadilan dan kesetaraan dalam pengelolaan SDA telah menunjukkan beberapa permasalahan krusial.

Pertama, buruknya tata kelola sumberdaya alam telah memberikan dampak bagi kelompok rentan khususnya perempuan. Kelompok perempuan merupakan pihak pertama yang mengalami dampak kerusakan sumber daya alam yang terjadi melalui hilangnya sumber penghidupan serta nilai sosial dan budaya.

Kedua, adanya konflik sumber daya alam yang dipastikan akan berdampak pada kelompok perempuan. Kriminalisasi yang dihadapi oleh masyarakat baik laki-laki dan perempuan seringkali diikuti dengan praktek ketidakadilan (kekerasan, diskriminasi, intimidasi dan pemiskinan). Disisi yang lain, banyak kasus penyelesaian konflik kurang melibatkan kelompok perempuan.

Ketiga, implementasi kebijakan (termasuk anggaran) terkait pengelolaan sumberdaya alam seringkali meminggirkan kelompok perempuan.

Keempat, program perhutanan sosial dan reforma agraria belum memberikan jaminan akses dan kontrol perempuan dalam proses perencanaan dan pengelolaan.

Kelima, pemerintah kurang memberikan fasilitasi dan afirmasi terhadap kelompok perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam sehingga peluang yang dimiliki masih terbatas.

Terkait dengan beberapa permaslahan tersebut, para pejuang keadilan dan kesetaraan dalam pengelolaan sumberdaya alam ini mendesak Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk segera memberikan solusinya.

Pertama, memperkuat akses dan kontrol bagi kelompok perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam khususnya sektor kehutanan melalui implementasi kebijakan yang berkeadilan gender. Program reforma agraria dan perhutanan sosial hendaknya didorong dan ditujukan secara khusus untuk kelompok perempuan dengan dukungan fasilitasi dan asistensi.

Kedua, memperkuat penegakan hukum atas pelanggaran pengelolaan sumberdaya alam khususnya sektor kehutanan yang seringkali berdampak buruk bagi sumber penghidupan dan nilai sosial budaya kelompok perempuan. Penataan dan pencabutan izin-izin sektor kehutanan dan yang terkait dengan kawasan hutan harus diikuti dengan komitmen dan koordinasi yang kuat dan maksimal dengan instansi vertikal lainnya dan pemerintah daerah serta mendorong pelibatan masyarakat di sekitar kawasan hutan khususnya kelompok perempuan.

Ketiga, secara konsisten mengimplementasikan MK 35/2015 dalam pengakuan dan perlindungan masyarakat adat termasuk hak perempuan adat atas hutan adat mereka.

Keempat, memberikan jaminan keamanan dari ancaman kekerasan dan intimidasi terkait konflik sumberdaya alam yang dialami oleh kelompok masyarakat termasuk perempuan.

Kelima, memastikan kebijakan alokasi anggaran yang menjamin hak perempuan untuk mengakses program pemberdayaan masyarakat dan skema permodalannya. Harus ada jaminan bagi kelompok perempuan di sekitar kawasan hutan yang terlibat dalam skema reforma agraria dan perhutanan sosial mendapatkan akses permodalan.

Dan Keenam, mengembangkan dan memperkuat lingkar belajar pejuang keadilan dan kesetaraan dalam pengelolaan sumberdaya alam khususnya sektor kehutanan sebagai upaya memberikan masukan dalam penyusunan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kebijakan di sektor kehutanan. KLHK juga harus menyiapkan skema fasilitasi dan asistensi bagi kelompok perempuan dalam upaya memperkuat kapasitas mereka guna menjamin pengelolaan sumberdaya alam yang adil dan berkelanjutan.|CSRI/WAW.