CSRINDONESIA – JAKARTA, Entah berapa banyak dana yang sudah dikeluarkan oleh suatu perusahaan swasta maupun BUMN dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, mulai berkisar di angka puluhan juta hingga Milyaran untuk satu program per tahunnya. Namun sebagian mungkin masih bertanya-tanya mengenai sejauh apa dampak yang telah diberikan kepada Masyarakat selaku penerima manfaat dan dalam mendukung target capaian pemerintah. Seharusnya total impact yang diberikan oleh suatu program harus melebihi total nilai yang dikeluarkan oleh perusahaan. Sahabat pembaca pasti setuju dengan statement saya ini.
Dalam tulisan yang satu ini saya coba memaparkan konsep pengembangan masyarakat berbasis pelestarian lingkungan dengan kunyit sebagai fokus tanamnya. Nilai dampak dari segala aktivitasnya dapat diukur.
Saat kuliah saya pernah belajar sedikit tentang karbon sinking yang menyatakan bahwa tumbuhan yang berfotosintesis dapat menyerap karbon dengan jumlah tertentu bergantung jenis tumbuhannya.
Saya temukan sebuah Paper Conference yang dikeluarkan oleh Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya yang berjudul *ANALISIS KECUKUPAN JUMLAH VEGETASI DALAM MENYERAP KARBON MONOKSIDA (CO) DARI AKTIVITAS KENDARAAN*, Oleh Alia Damayanti pada Agustus Tahun 2014, disampaikan bahwa Kunyit (Nama Latin Curcuma Longa L,) kategori tumbuhan sedang dapat menyerap Karbon Monoksida (CO) sebesar 2.890,8 Per Kg/Tumbuhan/Tahun.
Saya coba berhitung untuk tanah kelahiran saya, Jakarta, maka saya mencoba mencari data dari situs BPS Resmi www.jakarta.bps.go.id diketahui bahwa jumlah penduduk Jakarta di tahun 2017 (data terakhir) sebesar 10,370,000 Jiwa. Coba saya ambil pendekatan jika 1% saja dari total penduduk Jakarta menanam kunyit, tidak usaha banyak 1 kunyit saja maka di Jakarta akan ada 103,700 Kunyit, maka warga Jakarta dapat menyerap Karbon Monoksida akibat kendaraan sejumlah 299,775,960 kg/tumbuhan/tahun. Jadi dengan menanam kunyit kita bisa mereduksi karbon Monoksida.
Hitungan di atas tidak hanya untuk kunyit kok tapi bisa untuk tanaman lain juga, kenapa saya gunakan kunyit sebagai contoh? karena kunyit selain dapat mereduksi karbon Monoksida, kunyit juga sangat bermanfaat bagi kesehatan, bahkan kunyit memiliki nilai ekonomi.
Yuk kita bahas fungsi kunyit bagi kesehatan. Saya coba kedepankan Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri Volume 19 No 2, yang diterbitkan pada Agustus Tahun 2013, karya Ibu Sriyuni Hartati dari Balitro. Ibu Sri mengungkapkan bahwa Kunyit adalah salah satu sumber bahan baku obat alami yang berkhasiat untuk pencegahan, perawatan, dan pengobatan berbagai jenis penyakit.
Mengkonsumsi makanan berbahan kunyit secara rutin dapat menurunkan resiko berbagai jenis penyakit, seperti rematik, jamur, tumor, kanker, Alzheimer, serta penyakit-penyakit infeksi lainnya. Khasiat kunyit sebagai obat, karena senyawa kurkuminoid dan minyak atsirinya yang bersifat antioksidan, antitumor, antikanker, antipikun, antimikroba, antiseptik, antiinflamasi, antiracun, dan sebagainya. Kunyit bisa meningkatkan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data RS Kanker Dharmais, jumlah pasien kanker yang ditangani pada 2013 mencapai 93.915 orang. Jumlah itu meningkat pada 2014 menjadi 101.545 dan terus bertambah pada 2015 hingga 111.501 pasien, release resmi di Metrotvnews.com pada 25 Mei 2016. Nah dengan menanam kunyit yang salah satunya sebagai antikanker semoga dapat mengurangi jumlah pasien kanker, tidak perlu target banyak 5-10 % saja.
Selanjutnya, untuk saat ini kunyit bisa ditanam di perkotaan dengan menggunakan Polybag maupun dengan pot. Literatur mengenai cara menanam kunyit sudah banyak dipublikasi di Internet, salah satu referensi adalah http://warintek.ristekdikti.go.id/pertanian/kunyit.pdf.
Lebih keren lagi jika pot yang digunakan adalah dari barang-barang bekas tak terpakai, pakai konsep Reuse (3R, Reuse, Reduce, Recycle), karena jumlah sudah sangat mengerikan bayangkan “Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat 7.000 ton sampah dihasilkan setiap hari di ibu kota, dimana 770 ton adalah sampah Plastik. Sampah-sampah itu dihasilkan dari permukiman sampai perkantoran” sebagaimana release detik.com pada 21 Januari 2018. Ngeri banget kan? Jadi tanam kunyitnya pakai barang-barang bekas tidak terpakai saja ya.
Saat ini memang belum ada literatur mengenai analisa usaha tani kunyit dalam pot atau menggunakan barang bekas. Jika secara konvensional (tanah pertanian) secara sederhana adalah sebagai berikut : dengan luas lahan satu hektar dalam kurun waktu 6 bulan, kunyit basah yang dapat dihasilkan 30 sampai 40 ton. Jika dijual dengan harga Rp 1.500 per kg, maka bisa menghasilkan uang sekitar Rp 45 juta sampai Rp 60 juta.
Menurut Direktur CV Shinta Pratama Zulkarnaen, didampingi Ketua Koperasi Petani Kunyit Priangan Timur, Agus Wahyudi Modal untuk usaha budi daya kunyit seluas 1 hektar, termasuk sarana produksinya selama 6 bulan, hanya berkisar Rp 8 juta sampai Rp 11 juta. jadi budidaya kunyit dalam satu musim tanam keuntungannya diketahui bisa mencapai minimal Rp 37 juta atau Rp 6,1 juta per bulan. Luar biasa bukan? Saya sangat ingin buat Pilot Project yang dapat memberikan gambaran analisa usaha tani kunyit secara menggunakan pot dan barang bekas di kota-kota besar dalam mengurangi jumlah sampah, karena saya belum temukan literatur yang membahas hal ini. Kita sangat bisa membuat literatur kekiniannya.
Saya akhiri tulisan ini dengan harapan agar setiap program yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta maupun BUMN dapat menimbulkan efek domino manfaat yang besar, sehingga tiap rupiah yang dikeluarkan dapat diukur nilai manfaat dan dampak positifnya kepada masyarakat dan lingkungan. Semoga ide dasar ini dapat ditangkap oleh berbagai pemangku kebijakan sehingga ide sederhana dapat terealisasi. Insya Allah masih ada beberapa ide yang tersimpan namun belum sempat dituliskan tapi bisa didiskusikan. (*)
*) Penulis adalah Pegiat Sosial Kemasyarakatan, Alumni SMA 9 Jakarta Angkatan 9, Alumni IPB Angkatan 43. Email: mins.28061610@gmail.com