Home Berita Dari Desa untuk Dunia: Indonesia-IFAD Berbagi Ilmu Wirausaha bagi Pemuda Pedesaan 5...

Dari Desa untuk Dunia: Indonesia-IFAD Berbagi Ilmu Wirausaha bagi Pemuda Pedesaan 5 Negara

32
Peserta dari 5 negara mengunjungi lokasi pelatihan program YESS dalam kegiatan pertukaran pembelajaran (YESS - IFAD Indonesia)
Peserta dari 5 negara mengunjungi lokasi pelatihan program YESS dalam kegiatan pertukaran pembelajaran (YESS - IFAD Indonesia)
CSRINDONESIA – Di sebuah sudut desa di Papua Nugini, seorang pemuda berdiri di tengah ladang, menatap deretan tanaman yang baru ditanam dengan semangat yang berbeda dari kemarin. Bukan karena pupuk yang lebih baik, atau alat yang lebih canggih—melainkan karena ia membawa pulang lebih dari sekadar oleh-oleh dari Indonesia: ia pulang dengan harapan dan pengetahuan yang mengubah cara ia melihat tanah kelahirannya.
Kisah ini bukan milik satu orang saja. Ia hidup di Gambia, berdenyut di Kenya, tumbuh di Rwanda, dan berkembang di India—didorong oleh nyala yang menyala dari ribuan kilometer jauhnya: program YESS (Youth Entrepreneurship and Employment Support), inisiatif dari Pemerintah Indonesia bersama Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD), yang kini menjadi katalisator perubahan global.
Dari Nusantara, Untuk Dunia
Selama bertahun-tahun, Indonesia mungkin lebih dikenal dunia karena rempah-rempahnya, keindahan alamnya, atau semangat demokrasinya. Namun kini, dunia mengenalnya lewat sesuatu yang jauh lebih mendalam: keberhasilannya menciptakan perubahan nyata melalui pemberdayaan pemuda pedesaan.
Program YESS menjadi bukti bahwa investasi yang tepat pada generasi muda mampu menghasilkan lompatan sosial yang signifikan. Dari data yang dipaparkan dalam forum internasional yang digelar baru-baru ini, hampir 60 persen pemuda peserta YESS mengalami peningkatan pendapatan, dengan rata-rata lonjakan 21 persen per tahun. Tak hanya itu, lebih dari separuh bisnis baru yang didirikan menciptakan lapangan kerja bagi sesama anak muda di desa mereka.
Ini bukan sekadar statistik. Ini adalah anak-anak muda yang dulunya nyaris menyerah, kini mempekerjakan tetangganya, memutar roda ekonomi lokal, dan membangun model bisnis berbasis pertanian yang berkelanjutan.
Ke Afrika dan Asia Pasifik
Dalam acara berbagi pengetahuan yang digelar bersama IFAD, para pemuda dari lima negara berkembang datang langsung ke Indonesia. Mereka tidak hanya duduk dalam seminar atau mencatat teori. Mereka menyusuri desa-desa, melihat langsung bagaimana program YESS diimplementasikan, berdiskusi dengan petani muda, dan mencicipi semangat gotong-royong yang membalut praktik kewirausahaan berbasis komunitas.
Ade Candradijaya, Kepala Biro Kerja Sama Internasional, Kementerian Pertanian, menegaskan, “Indonesia memiliki sejarah kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) yang kaya. Kami bangga berbagi pengalaman dalam memberdayakan kaum muda pedesaan.”
Dan semangat itu tak berhenti di Indonesia. Dalam pertemuan yang sarat makna, para peserta mempresentasikan ide-ide tentang bagaimana pengalaman mereka dapat diadaptasi di negara masing-masing. Ini bukan sekadar diplomasi teknis. Ini adalah solidaritas lintas benua yang hidup dan membumi.
Menghidupkan kembali semangat Asia-Afrika. Pernyataan Noviyanti, Kepala Biro Kerja Sama Teknik Internasional, Kementerian Sekretariat Negara, mengingatkan publik pada satu bab sejarah yang penting: Konferensi Asia-Afrika. “Melalui program ini, kita menghidupkan kembali semangat solidaritas, kemerdekaan, dan kerja sama antarnegara berkembang,” ujarnya.
Seolah dunia kini kembali menggemakan Bandung 1955, bukan lewat pidato politik, melainkan melalui benih jagung, kompos organik, dan sistem keuangan mikro yang memberdayakan. Inilah wajah baru diplomasi: praktis, transformatif, dan penuh harapan.
YESS: Dari Subsidi Menjadi Solusi
Berbeda dengan program bantuan pada umumnya, YESS tak hanya memberi pancing dan kail. Ia mengajarkan cara membangun jaring, memetakan pasar, bahkan menciptakan koperasi atau start-up lokal berbasis pertanian. Melalui mekanisme hibah kompetitif, program ini telah membantu hampir 4.000 pengusaha muda mengakses pendanaan sebesar 7,4 juta dolar AS.
“IFAD berkomitmen mendukung Indonesia dalam mempromosikan pertanian kecil yang bernilai tinggi dan kompetitif,” ujar Hani Abdelkader Elsadani, Direktur IFAD untuk Indonesia. “Program YESS menunjukkan kekuatan transformatif dari investasi pada pemuda dan pertanian.”
Indonesia tak sedang menjual model ideal yang serba mulus. Tidak. Tapi Indonesia sedang menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil yang dikerjakan serius: dari pelatihan, pendampingan, pembiayaan, hingga keberanian untuk mempercayai anak muda.
Kini, ketika seorang pemuda di Kenya menanam sayur dengan sistem yang ia pelajari dari Jawa Timur, atau saat seorang gadis muda di Gambia menyusun proposal usaha pertanian dengan cara yang ia lihat dari Sumatera Selatan, Indonesia telah memainkan peran baru di panggung global: sebagai sesama pejuang, bukan pahlawan.
Dan seperti tanah yang subur setelah hujan, semangat itu kini tumbuh tak terbendung.
Karena harapan, seperti halnya benih, hanya butuh tangan yang percaya untuk menanamnya. Dan Indonesia, dalam senyapnya, telah mulai menanam benih-benih perubahan itu. Bukan hanya untuk dirinya sendiri. Tapi untuk dunia. |WAW-CSRI