Home CSR Bank Indonesia. CSR. Salah Kaprah

Bank Indonesia. CSR. Salah Kaprah

22
Ilustrasi Sketsa Gedung Bank Indonesia | AI - WAW

Bank Indonesia. CSR. Salah Kaprah

Oleh: Zainal Abidin*
Sampai saat ini, di Indonesia mapun dunia, sering kali CSR diidentikkan dengan perusahaan (Corporate) yang menyisihkan sebagian labanya untuk “berbuat baik”. Namun, sesungguhnya itu salah kaprah. Konsep CSR bukan tentang penyisihan laba dan terbatas pada perusahaan, tetapi tentang melakukan apa yang benar: bagaimana organisasi bertanggung jawab atas dampaknya terhadap masyarakat dan atau lingkungan. Jadi, bisakah Bank Indonesia ber-CSR? Jawabannya: bukan hanya bisa, tetapi wajib.
Menurut ISO 26000, social responsibility adalah tugas organisasi (bukan hanya korporasi) berdasarkan prinsip hirarkis mencegah, mengurangi, memperbaiki, dan memberi kompensasi atas dampak negatif yang ditimbulkan.
Hirarki CSR
Dampak organisasi ada dua macam, yaitu positif dan negatif. Untuk dampak positif, tugas organisasi adalah memaksimalkannya. Terkait dengan kegiatan CSR sebagai tanggung jawab atas dampak negatif organisasi, harus dilakukan melalui 4 kegiatan yang hirarkis, yaitu:
Pertama, mencegah. Langkah awal ini adalah kewajiban mutlak. Sebelum kebijakan atau aktivitas dilakukan, organisasi harus melakukan mitigasi dan memastikan berbagai dampak negatif dapat dicegah.
Kedua, jika pencegahan tidak sepenuhnya memungkinkan, organisasi harus mengurangi dampak yang ada.
Ketiga, jika dampak negatif terpaksa harus terjadi, organisasi harus melakukan perbaikan atau rehabilitasi atas kerusakan yang terjadi.
Keempat, jika kegiatan perbaikan itu dianggap belum cukup dalam mengatasi dampak yang terjadi, maka organisasi wajib memberi kompensasi. Bentuk umumnya adalah ganti rugi secara material, walaupun tidak selalu.
Ilustrasi Sketsa Gedung Bank Indonesia | AI – WAW
Bank Indonesia dan CSR
Sebagai lembaga pemerintah, Bank Indonesia tidak berorientasi laba, tetapi dampak dari aktivitasnya tetap nyata. Sebagai pengelola kebijakan moneter, BI memengaruhi stabilitas harga, daya beli masyarakat, dan iklim usaha. Dampak seperti ini, baik positif maupun negatif, harus dikelola secara bertanggung jawab.
Sekali lagi, dalam konteks CSR, “corporate” tidak semata berarti perusahaan, melainkan organisasi secara luas. Oleh karena itu, Bank Indonesia dapat, bahkan harus menerapkan prinsip CSR dalam aktivitasnya. Yang terpenting adalah esensinya: bagaimana tanggung jawab atas dampak dijalankan tanpa alasan dan tanpa syarat.
CSR bukan tentang menyisihkan laba atau sekadar menebus dosa. Organisasi mengalami untung atau rugi, menangani dampak secara bertanggung jawab melalui kegiatan CSR adalah kewajiban moral dan operasional setiap organisasi untuk memastikan bahwa langkah-langkah mereka tidak meninggalkan mudharat.
*) Penulis adalah CSR Specialist, Direktur Mandiri Amal Insani Foundation, Dosen CSR untuk program MM Universitas Prasetiya Mulya