Home Berita Akan Tiba Waktunya #KaburAjaDulu ke Orbit Mahal

Akan Tiba Waktunya #KaburAjaDulu ke Orbit Mahal

15
xcom@yooriwitness
xcom@yooriwitness

Akan Tiba Waktunya #KaburAjaDulu ke Orbit Mahal

Oleh Wahyu Ari Wicaksono, Storyteller
“We weren’t taking up space, we were making space for the future,” ~ ujar Katy Perry, usai turun dari langit sambil mungkin masih mengunyah permen karet gravitasi nol. (Sumber: The Indian Express)
Jika pelestarian bumi bisa dicapai dengan cara melayang selama 11 menit di tepian angkasa menggunakan roket bertenaga miliaran dolar, maka boleh jadi kita hanya perlu menerbangkan seluruh umat manusia ke luar angkasa—tanpa perlu repot-repot memilah sampah atau mengurangi plastik sedotan.
Namun sayangnya, seperti kata profesor komunikasi publik, Dr. Ferdinand Komunikado dari Universitas Imajinasi Global, “Apa yang terlihat spektakuler di layar televisi belum tentu berdampak signifikan di ekosistem.”
Pada tanggal 14 April lalu, sebuah roket Blue Origin milik Jeff Bezos (yang semakin lama tampaknya lebih suka tinggal di luar angkasa daripada menghadapi review pelanggan Amazon) meluncur dari Texas membawa enam perempuan hebat: Katy Perry (penyanyi yang kini bisa menyanyi di hampa udara), Lauren Sanchez (tunangannya Bezos yang juga bisa mengorbit cinta), Gayle King, Aisha Bowe, Amanda Nguyen, dan Kerianne Flynn.
Mereka bukan sekadar ‘turis luar angkasa’. Mereka adalah simbol, narasi, dan kampanye PR paling berkilau yang pernah menyentuh stratosfer. Ini adalah misi pertama yang seluruh awaknya perempuan dalam lebih dari 60 tahun—sebuah momen historis yang menyentuh hati, dompet, dan tentu saja, algoritma media sosial.
Apakah ini tentang penyelamatan bumi? Tentu. Dengan cara yang sama seperti menyalakan lilin aroma terapi di tengah kebakaran hutan.
Ironi yang Mengorbit
Dalam dunia di mana satu dari tiga anak kekurangan akses air bersih, kita justru memilih cara menyentuh bintang dengan biaya mulai dari 150.000 dolar (itu pun baru deposit, saudara-saudara, refundable!). Tapi hei, seperti kata politisi Prancis Jean-Luc Mélenchon, “They have their head in the stars while forgetting their feet are on fire.”
Namun, mari kita adil. Ada nilai simbolik dari misi ini. Seperti dikatakan Amanda Nguyen, ilmuwan yang juga aktivis HAM, kehadiran mereka di sana memberi ruang (secara harfiah dan metaforis) bagi masa depan perempuan dalam sains dan teknologi. Dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dikecilkan hanya karena mahal.
Tapi sebagai penulis yang masih menggunakan AC hemat energi dan naik ojek listrik sambil mengantongi bekal tupperware, saya bertanya-tanya: bagaimana kita bisa berbicara tentang menyelamatkan bumi, sementara kita justru melayang menjauh darinya?
Ruang Kosong dan Ruang Harapan
Jika menurut filsuf Jerman Martin Heidegger, manusia adalah “being-in-the-world”, maka perjalanan ke luar dunia ini seperti pengingkaran eksistensial. Namun mungkin justru di situ letak paradoks indahnya: manusia pergi ke angkasa bukan karena benci bumi, tapi karena cinta. Cinta yang mahal, elitis, dan penuh sponsor.
Dalam komunikasi politik, ini disebut “symbolic framing” — menciptakan narasi kuat yang membentuk opini publik melalui aksi yang mudah diingat, difoto, dan diunggah ke Instagram.
Seperti yang dikatakan Pakar Humas Internasional, Prof. Melanie McBrand, “The perception of purpose often trumps the reality of impact.” Dan memang, dalam dunia digital saat ini, persepsi bisa lebih nyata dari kenyataan itu sendiri. Sebuah foto dari luar angkasa bisa lebih viral daripada laporan kerusakan hutan hujan.
Misi Hening di Tengah Hiruk Pikuk
Jadi, apa arti perjalanan mereka bagi pelestarian bumi?
Barangkali bukan pada karbon yang dikurangi, tapi pada kesadaran yang dibangun. Bukan pada hutan yang ditanam, tapi pada semangat yang ditanamkan. Ini bukan soal hasil langsung, tapi tentang pesan tak langsung: bumi ini berharga, karena dari luar sana, ia tampak kecil, rapuh, dan… tidak ada WiFi.
Dan seperti kata Carl Sagan tentang Earth yang hanya sebuah titik biru pucat di lautan kosmik: “That’s here. That’s home. That’s us.”
Maka jika perjalanan 11 menit ini membuat lebih banyak manusia mencintai rumahnya yang satu ini, meski dengan biaya yang bisa membangun ribuan toilet umum, mungkin kita bisa memaafkannya. Tapi tentu saja, sambil tetap mendaur ulang botol plastik dan menanam pohon.
Karena pada akhirnya, bumi tidak butuh pahlawan yang melayang, tapi warga yang mau membungkuk—menanam, memilah, dan merawat.
Catatan kaki: Tulisan ini terinspirasi dan disarikan dari laporan The Indian Express mengenai misi luar angkasa Blue Origin yang melibatkan figur publik dan ilmuwan perempuan dalam perayaan kemajuan, kesetaraan, dan pelestarian… setidaknya secara simbolik.